Saturday 28 January 2017

MENTOK DI DIA



Gadis itu mulai merasa aneh, belakangan kekasihnya mulai berubah. Berubah menjadi lebih baper dari biasanya, lebih sering bilang: “Jangan tinggalin aku, aku takut kamu berubah.” Entahlah, padahal sebelumnya, kekasihnya itu bukan cowok baperan yang dikit-dikit mewek ke dia, meski kangen berat, paling dia cuma bilang kangen sambil bercanda. 

Semakin ke sini, dia merasa kalau kekasihnya semakin takut kehilangan, sama seperti dirinya sejak awal mereka bersama sampai sekarang. Sejak dulu dia selalu bilang: “Jangan tinggalin aku, aku sayang banget sama kamu,” ke kekasihnya. Dan benar saja, sampai detik ini dia masih tetap sama. Dia masih seperti dulu, masih gadis sederhana yang sabar dan setia. Tidak ada yang berubah.

Hanya saja, sekarang keadaan akan mulai berbeda. Sebentar lagi gadis itu akan memulai kehidupan baru sebagai anak rantauan, menyusul kekasihnya yang lebih senior soal itu. Harusnya kekasihnya bahagia karena ini adalah salah satu keinginan yang dikabulkan Tuhan untuk mereka. Tempo hari, kekasihnya pernah bilang: “Aku pengin kamu merantau, biar kamu kuat. Biar kamu tahu kalau dalam hidup ini gak bisa ngandelin orang lain, kecuali diri kita sendiri.”

Gadis itu ingat betul kalimat itu. Terekam jelas di otak dan dadanya. Dulu, dia sering menangis ketika mendengar kalimat itu, setiap kali kekasihnya meminta dia untuk lebih mandiri. Dia merasa jauh sekali dari kata sempurna, sementara kekasihnya adalah pejuang tangguh yang hampir tidak pernah mengeluh dengan kerasnya hidup. Dia ingin seperti kekasihnya. Ingin sekali. Seringkali dia menyeka airmata tatkala ingat perjuangan kekasihnya di kota orang, sementara dia masih bermanja ria tinggal bersama kedua orangtuanya.

Lagi-lagi, semakin ke sini gadis itu semakin paham kalau perlakuan kekasihnya yang selalu menempanya untuk menjadi lebih kuat itu adalah benar. Meskipun tidak bisa dipungkiri kalau kekasihnya selalu memanjakannya meski dari kejauhan, hampir semua pintanya dikabulkan. Minta ditelpon lama-lama, atau minta dipasang foto berdua di sosmed. Semenjak banyak hal yang mereka lewati, mulai dari pihak-pihak luar yang sempat membuat hubungan mereka sedikit renggang, bahkan kekasihnya hampir menyerah, sampai ke masalah rumit lainnya, mereka berhasil melewatinya. 

Tidak disangka, gadis itu semakin hari semakin menyadari kalau dia tidak boleh mengenggam terlalu erat. Seperti filosofi pasir, semakin digenggam erat, maka semakin hilang tak bersisa. Saat ini, dia tengah mencoba memberi ruang pada kekasihnya untuk kemajuan karirnya, persahabatan, dan keluarga hingga kelak tak ada lagi celah bagi mereka untuk menyerah, meninggalkan satu sama lainnya.

Dia sungguh bahagia,  meski tidak bisa selalu menghabiskan malam minggu bersama meski lewat telepon seperti orang lain, dia tahu kalau kekasihnya menyayanginya. Setiap kali ada obrolan lewat telepon, kekasihnya tak pernah sungkan untuk memanjakannya, sudah seperti anak bayi saja. Tak ada lagi yang diingini gadis itu, saat ini dia hanya berharap semoga Tuhan mempercepat waktu di mana mereka akan bisa menghabiskan waktu seharian bersama, tanpa jeda.

KAPAN NIKAH?



Kapan nikah? Pertanyaan super mainstream untuk gadis usia 22 tahun ke atas macam kami, aku maksudnya. Kalau di desaku, umur segini tuh udah pada gendong anak, temenku aja udah ada yang anak dua. Aku mah selow, bukan berarti gak mikirin soal nikah. Cuma ya itu, aku punya banyak planning sejak aku masih SD bahkan.

Waktu SMA aku nulis banyak banget keinginan aku sampe umur 30 tahunan, termasuklah mau nikah umur 25 tahun. Dulu, aku sering banget nulis semua list pencapaian dalam hidup. Aku orangnya emang gitu, mesti tertata segala sesuatunya walaupun kadang masih suka teledor. Ayahku yang membuat kami disiplin sejak kecil, tepat waktu, jujur, tepat janji, dan banyak hal positif lainnya. Kenapa sih rajin banget nulisin segala mimpi di kertas terus ditempel di dinding kamar? Ya menurut aku, kita itu adalah supporter terbaik untuk diri kita karena sekuat apapun orang lain menyemangati, tidak akan ada efek kalau kita sendiri loyo.

Aku sudah terbiasa membuat daftar mimpi itu, mulai dari target nilai ulangan Fisika yang mesti dapet nilai 100 sejak SMP, sampai urusan nikah. Ayah tahu soal itu, soal semua daftar mimpiku. Waktu itu Ayah masuk kamar dan senyum ketika lihat kertas putih itu terpampang nyata di kamarku. Dia selalu bilang: “Kalo Yanti banyak planning-nya,” sambil ketawa. Ayahku overprotektif, tapi memang bener, berkat cara didiknya yang disiplin satu per satu daftar mimpi itu sudah aku kasih tanda centang, yang berarti berhasil.

Balik lagi ke soal nikah. Ayahku, bahkan keluargaku bukan tipe keluarga yang terbuka soal pacaran. Lah wong Ayah Ibuku gak pacaran dulunya, tapi kami juga bukan dari keluarga fanatik agama. Kami hanya keluarga biasa yang kalau bisa sopan santun diutamakan, apalagi sama Ayah. Sampai detik ini pun teman-temanku minta izin dulu kalau mau ke rumah, kecuali temen SD ku yang udah paham dan dikenal sama Ayah. Syaratnya, kalau main ke rumah mesti ajak temen cewek meski cuma satu walaupun itu hari lebaran. Dulu sih aku sempet ngedumel soal itu, suka marah-marahnya sama Ibu, kok Ayah gitu banget? Tapi, semakin ke sini aku semakin paham, kalau Ayah harus menjalankan tugas dan tanggungjawbanya dengan baik sebagai seorang ayah.
Terus, kenapa mau nikah umur 25 tahun? Jadilah aku membuat daftar mimpi terbaru waktu kuliah dulu. Kertasnya sekarang masih tersusun rapi di kumpulan buku-buku mimpiku. Daftarnya mulai dari lulus dari Polsri dengan IPK di atas 3,5 dan alhamdulillah tembus angka 3,73. Kemudian punya target kerja di BUMN, waktu itu aku buat list-nya: Pusri, PLN, Pertamina dengan pemikiran lulus kuliah umur 21 tahun, kerja 3-4 tahun buat ngumpulin modal supaya bisa buka butik sendiri, habis itu resign deh buat nikah dan jadi ibu rumah tangga seutuhnya. 

Dan ternyata Allah Maha Baik, meski gak berhasil kerja di BUMN di umur 21 tahun, ngaret 2 tahun nih, tapi alhamdulillah. Semoga kemudian ke depannya segala niat baik ini dimudahkan, entah bakal jadi ibu rumah tangga seutuhnya atau tetap jadi karyawan BUMN, biar Allah saja yang atur. 

Jadi, beneran mau nikah umur 25? Ya bismillah, semoga Allah memudahkan segala jalannya supaya dikasih jalan buat nikah di umur segitu, ya kalau lebih cepat malah lebih baik.



Emang udah ada calonnya? In syaa Allah, doakan saja. Kalau pilihan sudah ada, tinggal mencari ridho-Nya aja. Maunya sama dia, doain aja dikabulin Allah. Siapa tahu besok-besok udah nulis soal lamaran aja kan, siapa tahu.

Wednesday 25 January 2017

APA LAGI YANG DICARI?



Yanti Handia, 23 tahun.

Apa lagi yang dicari? Kurasa sudah tidak ada lagi. Allah begitu baik padaku, meletakkan segala sesuatunya sesuai dengan apa yang aku butuhkan. Keluarga, sahabat, pekerjaan, orang tersayang, semuanya. Hanya saja kadang aku masih terlalu sombong untuk tidak taat dengan sebenar-benarnya taat pada-Nya.
Iya, aku ini manusia biasa yang tentunya punya banyak mimpi dan asa. Punya mimpi membahagiakan kedua orangtua, adik, kakak, dan keluarga besar tentunya. Juga punya impian yang sangat besar, menikah dan dinikahi dengan dasar cinta dan agama. 

Tapi, seringkali kesemua mimpi itu tidak bisa terwujud secara bersamaan. Kadang kita mesti rela mengorbankan salah satu di antara banyak mimpi dan niat baik itu. Salah satunya menikah, sejak dulu impian terbesarku bukanlah menikah dengan resepsi paling mewah, kalau soal itu kukira siapa saja mau kalau bisa. Bukan, bukan itu, tapi mimpiku adalah menikah dengan kemudian menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Mengurus suami dan anak-anakku dengan tanganku sendiri, meski mungkin tanganku tak seterampil ibu-ibu kami yang pandai memasak makanan enak, atau membuat kopi dengan rasa yang pas, juga menyetrika pakaian dengan rapi dan tertata.

Tapi Allah berkata lain, aku diberi kesempatan untuk mengabdi pada keluarga besarku dengan segenap kemampuan yang diberikan padaku. Berat, sangat berat. Tapi aku yakin Allah memberiku tugas ini karena aku mampu, meski aku sendiri kadang mempertanyakan perkara itu. Apa aku bisa?

Aku akan terikat ikatan dinas pekerjaan selama 5 tahun di kota orang, jauh dari keluarga, berjuang sendiri, meski aku tahu Allah selalu bersamaku. Jika dia berkenan, mungkin aku bisa menikah dengan dia yang selama ini menjadi bagian dari doaku lebih cepat dari yang kami duga. Wallahu’alam. Aku tidak pernah berdoa untuk pinta yang begitu banyak, cukup dimudahkan saja jalan kami menuju semuanya. Semua impian terbesar kami untuk bersama agar terhindar dari dosa yang makin hari makin menumpuk saja.

Aku tidak mau semua ini menjadi beban bagi siapapun, dia, keluargaku, juga keluarganya. Aku pun tak punya kuasa besar untuk memastikan kapan hari itu tiba, yang kutahu kami sudah berjuang bersama-sama dan tidak akan saling meninggalkan walau sejenak. Saat ini, tak ada pintaku lagi kecuali dimudahkan untuk menyegerakan, karena terlalu lama tentulah membuat semuanya menjadi tidak baik. Aku tahu Allah, Engkau maha mengetahui isi hati kami. Di mana niat baik ini hanya untuk orang-orang terkasih. 

Apa lagi yang dicari? Tidak ada. Hanya ketenangan beribadah padamu, kelak, besamama suami di sisi. Aamiin.

LULUS PLN!



Selamat malam, finally bisa nepatin janji setelah sekian lama janji mau nulis soal perjalanan kenapa bisa lulus PLN hehe. Um, mesti dijabarin dari mana, ya? Baiklah, dimulai dari perjuangan pertama kali aja ya.

Pertama kali aku ikut tes PLN itu waktu ada rekrutmen sekitar bulan Mei tahun 2015. Waktu itu aku baru 3 bulan kerja di perusahan properti rumah mewah di Palembang. Waktu itu masih banyak temen seangkatan aku yang ikutan daftar karena memang kami baru wisuda beberapa bulan sebelumnya. Waktu itu aku gagal di tahap kesehatan fisik.

Pada saat itu tes kesehatan dilaksanakan di klinik Pramita di Jalan Veteran. Entahlah, aku gak tahu kurangnya di mana karena setiap instansi beda penilaian. Semua punya grade penilaian kesehatan yang beda. Dulu, waktu tes di PT Pusri aku lulus tes kesehatannya. Um, setelah kupikir-pikir, bisa jadi aku gak lulus waktu tes mata. Waktu itu aku inget betul, pegawainya salah kasih instruksi. Dia bilang baris ketiga, tapi yang aku baca baris keempat, pokoknya beda lah yang mana yang dia mau dan aku baca. Mungkin selain memang bukan rezekiku waktu itu, mungkin di situ letak gagalnya perjuanganku waktu itu.

Kemudian pada tes kedua, sekitar bulan Desember 2015 aku ikut lagi. Setiap proses tes gak pernah aku lewatin dengan kata “nyoba aja”. Aku paling pantang soal masa depan buat coba-coba. Kalo memang gak mau ya mending gak usah ikut. Jadi waktu tes kedua ini aku gagal lagi, kali itu di kesehatan lab. Padahal waktu itu, aku inget banget setiap hari Minggu aku jogging bareng adek tingkatku demi supaya bisa lulus tes kesehatan. Sampe waktu itu pas banget gerhana matahari, orang pada solat di masjid, lah kami malah jogging haha. Saking niatnya.

Dan, lagi-lagi masih belum rezekiku. Entahlah, aku bingung, aku ini sakit apa, sih? Padahal olahraga udah rajin, makan sayur, buah, dll, tapi kok masih gak lulus? Kita kesampingkan dulu lah yang namanya rezeki. Rezeki bakal ngikutin kalo kita usaha maksimal, kan? Waktu itu kami tes kesehatan di rumah sakit Siloam.
Setelah gagal, hampir di tahap terakhir berulang kali, aku makin koreksi diri. Di mana letak kurangnya? Jadi, dengan niat yang semakin diluruskan, waktu itu aku ikut tes Indonesia Power dan berniat perbaiki pola makan. Memang waktu itu aku gak peduli lah soal badan mau gendut lah, apalah, sampe berat badanku tembus 53 kg. Setelah kupikir-pikir, apa iya aku punya kolesterol? Semenjak itulah aku mulai berniat buat bener-bener jaga badan. Waktu itu aku gagal di tahap akademik.

Setelah beberapa waktu, PLN kembali membuka rekrutmen, bulan Oktober 2016. Lagi-lagi, dengan niat yang penuh dan semakin diluruskan, aku ikutan lagi. Gak ada gentar sedikitpun. Alhamdulillah sejauh itu aku berhasil melewati tahap tes yang mengandalkan otak supaya bisa lulus. Waktu itu jumlah peserta yang lulus ke tahap GAT ada 3.676 orang. Kemudian setengahnya lulus ke tahap Akading, kemudian setengahnya lagi lulus di tahap psikotes, kemudian setengahnya lagi lulus di tahap kesehatan fisik, dan yang paling bikin stres mikirin jumlah peserta dari jurusanku, Adminisitrasi Bisnis atau Niaga waktu itu 60 orang, dan tadaaaa yang lanjut ke tahap wawancara hanya 26 orang. 

Dan, alhamdulillah aku menjadi bagian dari 18 orang yang kemudian lulus sampai tahap akhir dan masuk ke angkatan 57 dan bakal berangkat tanggal 4 Februari 2017 ini untuk mengikuti kesamaptaan.
Gimana sih bisa lulus tes laboratorium?

Dari ada pengumuman rekrutmen PLN aku udah mulai nyiapin senjata, apaan senjatanya? Cek kesehatan ke dokter. Waktu itu, bahkan sebelum ada pengumuman lulus administrasi aku udah cek kadar gula darah, kolesterol, dan asam urat. Waktu itu kadar gula darahku normal, aku lupa berapa. Kadar asam urat 6,5 yang seharusnya cewek itu maksimal 5. Dan kadar kolesterolku luar biasa tinggi, 210! Dari situ aku sadar, wajarlah kalo sebelumnya aku gagal. Lah wong kolesterolku di atas batas normal. 

Semenjak itu aku dibilangin dokter gak boleh makan sayur-sayuran warna hijau, wajarlah waktu itu aku gak lolos, aku malah lalapin tuh sayur hijau. Ini katanya supaya asam uratnya turun, gak boleh juga makan kacang-kacangan. Gak boleh makan gorengan, mesti diet dan olahraga. Jadi, mulailah aku cari-cari di internet apa aja yang mesti dimakan biar cepetan sehat. Waktu itu aku dapet info kalo asam urat bisa cepet turun dengan minum jus seledri, terus kolesterol turun degan minum infus water dari lemon. Jadilah waktu itu aku diet ketat, aku makan ikan kalo gak dikukus ya dipanggang. Tiap malem minum jus seledri, dicampur mangga, pepaya, biar gak muntah.

Siangnya minum lemon, atau gak paginya pas bangun tidur dikasih garam dikit biar gak sakit perut. Setelah hampir satu bulan dan waktu itu udah masuk tahap psikotes ternyata seledri beneran ampuh, asam uratku turun jadi 3,5, tapi kolesterolku susah banget turun, jadi 200. Sementara aku mesti dapet angka di bawah itu biar bisa lulus. Jadilah aku beli obat kolesterol di apotek dengan resep dokter, aku lupa apa namanya, tapi cari aja di apotek pasti ada.

Nah salahnya aku waktu itu masih gak bisa nahan, masih lah nyolong makan bakso sama steak padahal udah diet ketat banget. Sampe beneran aku turun 2 kg. Jangan ditiru lah, kalo niat mesti maksimal biar hasilnya maksimal. Jadi waktu itu asam uratku turun lagi jadi 3, tenang banget rasanya. Jadi ngurangin minum jus seledri karena gak boleh berlebihan juga. Kolseterolku malah naik jadi 207. Pasti gara-gara nyolong makan bakso tuh. Jangan ditiru!

Waktu itu aku udah lulus tes kesehatan fisik, kami tes di R. S. Siloam lagi. Sampailah H-1 tes laboratorium. Beneran gelisah, aku mutusin buat cek lagi. Ternyata kadar kolesterolku naik lagi jadi 211. Beneran lemes waktu itu, mana ada yang bilang standard PLN 150 buat kolesterol. Rasanya pasrah banget. Sampe lah pas ambil darah dokternya nanya: 
“Ada riwayat kolesterol tinggi?”
Aku nggeleng aja, muka polos gitu. Eh begonya nanya lagi: “Emang berapa batesnya, dok?” sambil masang muka datar.
“Oh, 200 normalnya. Emang udah pernah cek?” Dasaran emang geblek akunya.
“Kemaren sempet 207, dok.”
“Oh, gak apa.”
Padahal jantung rasanya mau copot kalo-kalo gak lulus lagi tes lab.
Selain jaga makan, aku juga rutin olahraga sehabis solat subuh. Minimal jalan kaki 10 menit lah depan rumah. Aku juga kadang push up dan kawan-kawan biar makin afdol. Dan alhamdulillah dikasih kesempatan buat lulus.

Dari kesemua usaha yang ada, yang paling penting adalah niat dan restu orangtua. Solat wajib tepat waktu, solat tahajjud, solat hajat, baca Al-Qur’an surat Al-Waqi’ah tiap habis subuh sama habis magrib. Bismillah kalo memang rezeki gak ke mana hehe.