Thursday 23 January 2014

Menara Waktu

Aku rasa kita semakin menjauh.  Jarak semakin nyata terlihat, kerenggangan menjalar di setiap sudut ruang hati.  Semua seperti sudah lelah bergerak, tapi tak kunjung berakhir.  Seperti menara waktu yang terus berputar namun tak lagi berdetak sejelas dulu.  Ada bayang-bayang abstrak yang menyelubungi beberapa sisi menara, gelap tak bercahaya.  

Kulewati koridor hitam sepanjang ruangan, jauh tak berujung.  Sedang cahaya di luar sana ramai memenuhi sisi lainnya.  Aku berjalan perlahan, menikmati sisi-sisi yang penuh corak hitam kelam, kutemui damai namun juga lelah di sepanjangnya.  Sedikit menghembuskan napas beraroma rindu dari hawa dingin yang menyeruak ke tulang belulang.  Sungguh luar biasa kekuatan cinta, bak perisai dikala perang seribu tentara.

Kau di mana?  Aku bisa melihat dengan jelas bayangmu, tapi hingga detik ini aku tak bisa mengenggam tanganmu, mendekapmu erat seperti dulu, mencium aroma napas hangatmu.  Tenang.  Menenangkan.  Mungkin menara waktu akan segera luruh, dimakan waktu yang tak tentu.  Bergerak dari waktu ke waktu, hingga nanti membuat aku dan kamu seolah tak pernah bertemu.

Akan tiba saatnya nanti menara waktu bergerak cepat tanpa ragu, menyentuh garis-garis angka dengan sedikit angkuh, tak akan menoleh ke belakang, terus maju berpacu dengan waktu.  Di saat itulah aku dan kamu melangkah di koridor berujung seribu, tak akan bertemu di satu titik penentu.  Menara waktu tak bisa kau permainkan, ia akan terus bergerak meski kau mencoba memutarnya kembali kelak, karena apa yang dulu menunggumu dengan amat sangat, kini telah melangkah dengan semangat.  Tanpa kau, tanpa bayang-bayang.