Friday 21 October 2016

KALAU SAJA BISA, AKU MAU PUTAR BALIK (EPISODE 1)



Malam ini gak tahu kenapa kangen aja buka folder-folder lama di hardisk gegara mau cari file lama. Kebukalah folder masa-masa kuliah, mulai dari zaman diksarlin yang muka gosong, ancur parah, sumpah. Inget banget waktu itu aku di pleton 7 karena waktu itu  lulus di jurusan Adm. Bisnis kelas non reguler atau kelas yang masuknya siang. Waktu itu aku ketemu sama 3 cewek yang kebetulan badannya semampai kayak aku, semeter gak sampai maksudanya hahaha. 

Berpedoman punya tinggi yang sama, kami pun sama-sama terus sampai hari terakhir diksar. Namanya Nia, dia jurusan Elektro sama kayak Dina, tapi mereka beda konsentrasi, satunya lagi Reni, anak mesin. Wow, nih cewek keren bener, tahun itu kalo gak salah cuma dia mahasiswi di jurusan Teknik Mesin. Katanya kemarin dia ikutan PMPA, ambil jurusan Teknik Sipil sama Mesin, eh lulusnya di Mesin. Kasihan campuR bahagia juga sih dengernya, karena dia satu-satunya cewek, pastilah dia dijagain sama banyak cowok-cowok kece zaman itu hahaha.

Sementara aku, ternyata aku naik ke kelas reguler karena ada beberapa peserta yang mengundurkan diri. Sumpah, aku ngerasa bahagia banget waktu tahu bisa masuk kelas pagi. Padahal sebelum kami lulus di POLSRI, aku dan teman-temanku ikutan tes SNMPTN, empat dari kami lulus di Polsri kelas siang, sementara satu  mengundurkan diri, dan  ternyata  aku sendiri yang pindah  ke kelas pagi.

Dunia anak kuliahan itu keren ya, pakai baju bebas, bebas berekspresi. Itu sih maunya aku, tapi ternyata POLSRI berbeda. Entahlah, selain karena tidak lulus SNMPTN karena memang ambil jurusan Akuntansi dan Ekonomi (padahal aku anak IPA), juga gak lulus di Depkes (jurusan farmasi dan ahli gizi), juga gak lulus beasiswa Sampoerna Bussines School, jadilah aku ikutan tes di POLSRI, masih maksa mau ambil Akuntansi atau gak yang ada bau-bau bisnisnya. Waktu lihat profil jurusan, aku lihat mahasiswinya pakai seragam, “Ih keren ya kalo bisa kerja di bank. Cantik, pinter pula”. Jadilah waktu itu aku memilih jurusan Akuntansi sebagai pilihan pertama dan Adm. Bisnis pilihan kedua. 

Sebelum tes, aku dan kawan-kawan belajar bareng hampir beberapa bulan. Kesemua dari mereka ambil jurusan IPA, cuma aku yang nyeleneh. Padahal waktu kenaikan kelas XI buat penjurusan wali kelasku sudah bilang, “Yan, kamu masuk IPS aja ya. Biar nanti jadi guru MTK yang pintar Bahasa Inggris, nanti ngajarnya pakai Bahasa Inggris,” gitu katanya. 

Tapi entahalah, dulu kalau jadi anak IPA itu berasa keren banget, meskipun dari SD udah suka jualan (jiwa bisnis banget). Inget banget waktu SD Ayah punya komputer yang masih pentium satu, aku minta cetak gambar yang belum diwarnai beberapa lembar, besoknya aku jual ke sekolah dengan harga lima ratus rupiah selembar kalo gak salah. Udah kelihatan banget kan bakat bisnisnya? Wkwk. Kemudian waktu SMA aku jualan isi binder yang aku cetak sendiri, bisa custom pula dikasih foto yang bersangkutan, bisnis itu lanjut sampai kuliah. Eh, waktu kuliah diterima di jurusan Adm. Bisnis, makin menjadilah jiwa enterpreneur aku. 

Pokoknya zaman kuliah itu zaman bebas penjajahan, gimana gak coba, zaman SMA itu zaman yang masih suram buat anak Paskib macam kami. Meski terlihat keren di sekolah, tapi batin kami tersiksa haha. Bayangin, rambut kami cuma ada satu jari di bawah kuping, sampe-sampe waktu lomba gerak jalan di SMA 17 kami dibilang anggota Changcutter karena rambut kami mirip helm. Ditambah badan kurus ceking karena keseringan push up dan teman-temannya setiap Sabtu-Minggu atau gak kalau dikasih hukuman sama senior, ditambah harus latihan dan temenan sama teriknya matahari. Fiuh, alien banget dah kami.

Sampai masa kebebasan dimulai setelah berani-beraninya baru beberapa minggu jadi mahasiswi malah ikutan jadi volunteer Sea Games, alhasil IPK pun pas-pasan wkwk. Masa itu masa di mana aku harus mengajak Ayah ke pasar buat belanja keperluan kuliah, karena Ayah satu selera, mulai dari beli kemeja putih sebelum seragam dibagikan, sampai Ayah pernah bilang “Kamu mau beli kemeja ini?,” sambil nunjuk kemeja putih yang bagian depannya ada bunga-bunga dan potongannya membentuk badan. Aku manggut-manggut. Ayah aja aneh, anak gadisnya ini biasa pakai kaos gambar tengkorak (untuk gak hidup tengkoraknya) kok malah mau beli kemeja gituan. Ya mau gimana lagi, jurusanku itu jurusan buat cewek tulen. Rada nyesel juga sih, awalnya. 

Selanjutnya beli sepatu, baru satu minggu sebelumnya pergi sama Ayah beli sepatu kets warna hijau lumut, eh ternyata disuruh pakai sepatu formal ala ibu guru. Kan ngeselin. Ayah pula lah yang ikut andil, dipilihkanlah sepatu dengan heels 3 cm (biar gak jatoh karena sok kecantikan) dengan aksen pita di bagian depannya. Akunya malah milih sepatu kets lagi, “Yah, ini bagus,” sambil nunjuk kets warna merah. “Sudah kita ke sini mau beli sepatu ini,” katanya, nunjuk sepatu pilihannya. Alhasil, jadilah aku wanita setengah pria yang pakai rok ke kampus dengan sepatu berpita ditambah tas tangan yang bikin ketiak sakit karena mesti diimpit. Duh gusti, susah banget jadi cewek betulan.

Sumpah nulis ini sambil senyum-senyum sedih karena rindu.
Sampailah pada masa ikutan ngeksis di ormawa, HMJ. Waktu itu aku masih jadi anggota, jadi masih  ngalur aja sama aturan. Disuruh jagain sekret yang waktu itu ada jualan gorengan, jagain sampe sore, udah kayak penjaga kampus aja. Aku datang gak pernah telat, karena Ayah orang yang on time tapi pulang paling akhir. Sekret HMJ yang letaknya di bawah tangga jurusan itu penuh banyak cerita, mulai dari bahagia, sedih, sampai ngeselin. Lengkap pokoknya. Semua keluh kesah ada di sana. Ngerjain tugas bareng, nyiapin acara bareng, sampe nangis bareng pun pernah wkwk.

Kemudian tibalah masa cinta-cintaan, masa di mana semuanya berasa indah wkwk. Padahal masih ngos-ngosan ngejer IPK, biasalah aku ini orangnya serba dipengenin semua, pengen ikut organisasi, pengen eksis, tapi pengen IPK gede, kalo bisa dapat beasiswa pula. Muluk kan? Tapi itulah goal-nya, baru kuliah namanya.

Entahlah, aku pun kadang gak paham sejak kapan aku jadi anak nakal "dalam tanda kutip", mungkin karena kelamaan berada dalam tekanan batin ala anak paskib, ketika dilepas berasa keluar kandang. Nakalnya sih bukan nakal yang aneh-aneh, ya itu, kuliah rajin, ngerjain tugas rajin, mainnya juga rajin, sampe betah seharian di kampus cuma karena seneng dapet temen baru yang banyak.

Dandanan yang paling menggentarkan seisi jagat Adm. itu ketika hari Sabtu, hari bebas bergaya, pilihanku tetap jatuh pada kemeja cowok yang dalemnya pakai kaos, celansa jin, dan sepatu kets. Masih belum tobat. Semua orang diajakin temenan, gak peduli kakak tingkat, dosen, penjaga kampus, helper,  pedagang. Semuanya dipanggil “coy”, eh kalau dosen gak lah hahaha.

Masa paling pesat itu masa di mana mulai naik ke semester 3, mulailah bisa dandan karena ada Beauty Class. Mulai bisa pakai eyeliner dan gincu alakadarnya. Waktu favorit kami ya waktu istirahat sama pulang kuliah karena di waktu itulah kami bisa tebar pesona. Berjalan dari kelas menuju kantin dengan seragam khas ala pegawai bank, biasanya sih saingan sama anak Akuntansi karena sebelas dua belas dalam urusan penampilan. Yang jadi sasaran utama adalah kantin Mesin, tempat di mana cowok-cowok kece masa itu berseliweran. Menyusuri koridor Teknik Sipil, mentas lewat BEM, nembus ke masjid, sampai ke bengkel mesin dan tadaaaa tibalah di kantin Pakde Gaul, pusat di mana muda-mudi segala jurusan POLSRI berkumpul menunjukkan taring masing-masing.

Di sanalah eksistensi seorang mahasiswa POLSRI dipertaruhkan. Modalnya cuma 2, supel (jogol) dan lewat sana minimal 2 kali sehari, kalau gak terkenal karena banyak yang naksir, kamu bakal terkenal karena banyak yang gak suka wkwkwk

Lucunya kadang temenku suka minta dijodohin, “Yan, kenal sama cowok itu ya? Kenalin sama temennya dong.” Dia pikir aku biro jodoh apa? Atau sebaliknya, ada anak mesin yang suka gitu, “Yan, kenalin sama anak Adm, dong.” Geli sendiri kalau ingat masa-masa itu, tapi sedih juga kalau sekarang harus nerima kenyataan kalau dunia itu gak selucu itu. Selepas dapet gelar A. Md. Kami pun mesti bertarung untuk masa depan, harus bertarung demi diri sendiri dan orang-orang yang disayang.

To be continue ....