Wednesday 26 July 2017

Cari yang Sepadan


Tahukah kalian arti kata sepadan versi KBBI online adalah:
sepadan (dengan)/se·pa·dan (dengan)/ a mempunyai nilai (ukuran, arti, efek, dan sebagainya) yang sama; sebanding (dengan); seimbang (dengan); berpatutan (dengan).
Terkait dengan kata sepadan ini, tentulah banyak hal yang perlu kita lakuin dan pilih itu sepadan. Contoh, sejak dulu aku tuh punya kepengenan punya calon pendamping hidup a.k.a suami itu yang sepadan. Sepadan dalam artian selaras. Mulai dari gaya hidup, sudut pandang, visi, misi dan lain-lain. Kenapa mesti gitu? Aku pernah nggak sengaja liat video ustad apa gitu ceramah soal mencari pasangan itu hendaklah yang sepadan. Misalnya, kita kepengen dapet suami atau istri yang solehah ya tentulah kita harus seperti kriteria itu terlebih dahulu. Kalo seandainya kita kepengen dapet suami atau istri yang rajin ibadah, baik wajib maupun sunah ya kita mesti gitu juga. Kalo nggak sepadan, risikonya berat. Misal punya suami yang rajin qiyamul lail (solat tahajjud), tapi kitanya sendiri nggak gitu. Ketika si suami bangunin buat solat tahajjud bareng, itu pasti rasanya berat. Nah, di situ letak sepadan itu mesti diterapkan.
Dari sisi materi atau ekonomi, ketika ada ketimpangan, nggak jarang rumah tangga itu bakal sulit dijalani. Makanya dari dulu aku tuh kepengen banget punya suami yang dia dan keluarganya itu nggak terlalu mengutamakan urusan dunia. Punya mertua yang gaul dan ngerti banget dunia kekinian itu rasanya momok banget buat aku. Aku pengen punya mertua itu yang kayak ibuku sendiri, yang sederhana dan nggak neko-neko, biar nyaman meski nanti tinggal bareng. Nggak melulu ngeliat dari kacamata dunia doang.
Terus, aku juga kepengan punya suami itu yang ilmunya sepadan, sama-sama mau belajar kalo sekarang ilmunya masih cetek, syukur-syukur dapet suami yang bisa ngasih ilmu lebih banyak, tambahan bekal buat anak-anak kami kelak. Selain itu, aku juga seneng banget kalo dalam hubungan itu si pasangan mau menghargai dan melihat sisi positif lebih banyak (meski kadang aku juga suka negatif sih, maklum lah kalo cewek kan perasa).
Contoh, dalam kondisi aku drop karena urusan kerjaan dan lain-lain, dia tu selalu ngasih semacam suplemen yang bikin aku tadinya minder, males, nggak pede dan lain-lain itu jadi lebih semangat. Ketika dunia rasanya nggak nganggep aku ada, dia ada buat ngasih tahu kalo aku itu berharga, misalnya ketika aku lagi ngerasa drop karena dituntut ini itu dalam kerjaan. Dia bakal nenangin gini:
“Kamu tuh hebat, makanya kamu disuruh ini itu.”
Atau ketika aku gagal menjalani sesuatu, dia bakal bilang:
“Tenang, aku yakin kamu tuh mampu. Kamu pasti bisa.”
Atau aku yang juga selalu ngaggep dia itu yang paling hebat, misalnya dia bilang:
“Ah, apalah aku ini cuma kerja di sini.”
Aku pasti jawab: “Kamu tuh hebat, nggak semua orang bisa kerja di tempatmu.”
Atau “Kamu tuh memang yang terbaik, nggak pernah berubah meski udah dikasih kelebihan kayak gini.”
Menurutku, kesepadanan perlakuan itu adalah penting. Ketika kita memilih calon pasangan hidup yang sepadan, mulai dari pemikiran, tabiat, perlakuan, dan segala yang mencakup aspek kehidupan itu harus dipertimbangkan. Ketika kita sudah menemukan yang sepadan dan selaras dengan segala tujuan hidup dan kebiasaan, mudah-mudahan nggak akan ada yang namanya kekurangan, baik dari segi dunia maupun akhirat.

Sejauh ini aku bersyukur, Allah sudah dengan sangat baiknya ngasih kondisi gini dilengkapi dengan dia yang kuanggap sepadan. Mudah-mudahan di kehidupan di kemudian hari kesepadanan itu membuahkan hasil yang baik untuk semua pihak.

Never Underestimate People!

Pernah nggak sih kalian tuh ngalamin yang namanya perpeloncoan dalam dunia kerja, komunitas atau apapun? Perpeloncoan maksud aku itu adalah, keadaan di mana kamu dipandang sebelah mata sama siapapun mereka yang posisi atau kemampuannya mereka anggap lebih dari kamu? Misalnya nih, ada tugas yang mesti kamu kerjain yang pada kenyataannya kamu tuh belum punya basic-nya sama sekali. Ex: kamu orang non teknik yang diminta ngerjain laporan orang lapangan, soal jaringan, pembangunan dll? Tahu kan gimana rasanya, sementara kita orang baru mesti manut sama apapun perintah yang dikasih. Ada dua macam alasan di balik ini, yang pertama karena kita dipercaya mampu buat ngerjainnya, yang kedua adalah uji coba mental, apakah kita sanggup kalo dikasih tugas yang di luar main basic kita.

Kadang, dunia kerja nggak seindah ngebayangin seberapa gede gajinya doang, tapi juga nggak seburuk yang dipikirin. Lagi-lagi aku merenung, belum juga lulus ujian dan diangkat jadi pegawai tetap kok aku banyak banget dikasih tantangan a.k.a cobaan, tapi di satu sisi rasanya itu berkah dan kesempatan yang nggak semua orang bisa dapet itu. Mulai dari awal OJT aku tuh nyoba buat nerima segala sesuatu yang aku anggap sebagai tambahan ilmu.

Aku diminta untuk tampil, memperkenalkan diri di depan semua pegawai. Kemudian selang beberapa waktu aku udah diajak diklat yang bidangnya nggak seharusnya aku pegang, setelah diklat udah diajak lembur ngerjain laporan triwulan untuk pencapaian kinerja perusahaan yang berhubungan dengan pengembangan karir pegawai. Di saat itulah aku merasa Allah tuh punya rencana besar di balik semua ini. Dari semua teman seangkatan itu, di kelasku cuma aku yang dikasih lintas bidang. Merasa nggak adil? Pernah dong. Merasa kok aku cobaannya berat banget ya, tapi di satu sisi kok aku malah dikasih posisi yang aman.

Aman dalam artian, di saat teman-temanku yang lain dikasih penempatan sesuai dengan bidang itu harus rela lembur tiap malem karena ngurusin tunggakan pelanggan. Rata-rata mereka ditempatin di Rayon (layer 3), sementara aku ditempatin di Area (layer 2), satu tingkat di bawah wilayah dan di bagian SDM, yang artinya aku harus mengkoordinir semua data dan keperluan pegawai baik yang ada di Area maupun rayon yang bernaung di bawahnya. Awalnya memang kupikir nyantai aja, toh nggak berhubungan dengan data Niaga atau Keuangan yang ngejelimet, tapi ternyata pemikiran itu salah. Semua pekerjaan itu punya tingkat kesulitan masing-masing.

Rasanya aku kadang kurang setuju kalo ada yang bilang gini: “Mbak, background pendidikannya apa? Kok di SDM, sayang banget nanti nggak bisa berkarir, mending di Keuangan.”
Pendapat gitu udah banyak banget aku denger, padahal asal mereka tahu kerjaan orang SDM itu nggak segampang menurut mereka, yang cuma ngurusin data pegawai, input ini itu doang. Bagian SDM juga punya KPI (Key Performance Indicator) yang kalo menurutku cukup sulit. Bayangin coba, bagian SDM itu sesi paling sibuk ngurusin karir orang lain. Setiap pegawai mesti dimonitoring karirnya dan diupayakan untuk tindak lanjut dari posisi mereka, nah yang sulit itu dan menjadi tantangan bagian SDM adalah untuk menumbuhkan rasa kesadaran diri pegawai bahwasanya apa yang diminta bagian SDM untuk dikerjain maupun dikumpulin itu adalah semata-mata untuk kebaikan karir mereka ke depan. Itu, yang sulit itu bikin orang nyadar. Bikin orang nggak males-malesan buat maju, bukan cuma buat perusahaan doang, tapi lebih ke kebaikan si individu sendiri.
Setelah mulai memahami tugas penting SDM, aku pun mulai dikasih tanggung jawab untuk ngerjain laporan Keuangan, yang meliputi pembayaran tagihan investasi dan operasi. Nah di sini letak never underestimate people itu. Tahu kan di mana-mana yang namanya Keuangan itu ya bikin pusing kan ya. Belum juga apa-apa aku udah diajakin rapat penyerapan anggaran investasi dan operasi, dengan posisi masih siswa prajabatan (belum pegawai sah).
Di satu sisi sebenarnya aku udah nggak kaget lagi soal Keuangan karena udah pernah berurusan sama Keuangan di swasta itu hampir dua tahun, ketemu sama yang namanya angka, SPK, RAB, pembayaran upah, dll itu udah biasa. Cuma ya bedanya itu, kerja di swasta yang nggak punya banyak cabang perusahaan itu ya laporannya nggak terpusat dan aplikasi yang dipake pun cuma untuk internal, tapi sedikit apapun ilmu yang dipelajari tetaplah bermanfaat kan.
Nah, aku tuh selalu inget omongan ayahku: “Tidak apa-apa kita dibilang bodoh, tapi kita sebenarnya punya kemampuan. Mending kita terlihat lemah di awal, tapi akhirnya potensi kita yang membuktikan.”
So, aku beneran pegang teguh pesan itu. Biarin dianggep bodoh, biarin dianggep nggak tahu apa-apa, biarin dianggep ilmunya cetek, yang penting pada akhirnya yang ngerasain manfaatnya adalah diri sendiri. Ketika sebenernya kita mampu dan kemudian dianggap remeh, pada akhirnya kemampuan itu akan semakin bertambah kalo kita mau sedikit bersabar dan ikhlas nerima segala macam bentuk perlakuan orang lain.

Jadi, jangan pernah underestimate ke orang lain, karena sekecil apapun ilmu yang mereka punya itu akan jauh lebih baik ketika mereka mencoba diam lalu berusaha memperbaiki dan menambahnya, ketimbang ilmu yang banyak tapi sering meremehkan, menanggap diri paling banyak pengetahuan dan nggak pernah salah. Siapa tahu orang yang kita anggap kecil itu akan jauh lebih besar di kemudian hari. Keep your attitude and be humble person, dude!

Tuesday 25 July 2017

Menemukan Tujuan Hidup (Kembali)


Beberapa bulan ini, selepas menempuh pendidikan yang panjang dan cukup rumit, aku merasa seperti kehilangan tujuan hidup gitu. Entahlah, semacam bingung dengan keinginan sendiri. Misalnya, sebelum diterima kerja di PLN ini, rasanya menggebu-gebu sekali supaya bisa lulus dengan dua kali kegagalan sebelumnya. Dulu itu, sebelum tes aku nyiapin diri semaksimal mungkin, mulai dari belajar ulang tentang psikotes (walaupun sebenarnya aku udah hatam soal-soalnya, orang udah dua kali tes dari tahap GAT sampai ke Psikotes soalnya itu-itu aja). Pelajaran buat kalian yang mungkin perlu, selama tiga kali aku ikut tesnya, soal Bahasa Inggris dan Akademik yang dikeluarin selalu sama. Soal Bahasa Inggris itu tentang pembangkit, tentang pipa-pipa, proses penyaluran energi listrik dari pembangkit gitu. Cuma ya itu kosakatanya memang yang jarang dipake di soal-soal biasa. Terus kalo soal akademik bagian niaga atau manajemen itu banyak masuk soal Manajemen Produksi.

Selain itu, aku juga nyiapin kesehatan jiwa dan raga karena dua kali gagal, itu di tahap kesehatan fisik dan laboratorium. Semenjak itu, aku lebih menguatkan lagi niat dan usaha untuk mencapai target yang aku mau. Aku harus lulus kerja di BUMN sebelum usia 25 tahun (batas akhir bisa apply ke BUMN). Dari dulu aku selalu pasang target dengan misi-misi rinci yang harus dikerjain, selain itu juga aku kasih progres dari setiap pencapaian target yang sudah kubuat. Mulailah dinding-dinding kamar dipenuhi dengan kertas-kertas berisi tabel-tabel target.

Kebiasaan itu berjalan sampe sekarang. Menjadi anak rantauan yang diharuskan lulus segala macam ujian supaya bisa jadi pegawai tetap itu gampang-gampang susah. Susahnya itu ya kalo semangat udah mulai pudar, udah mulai ngerasa capek dan bosen. Rasanya kok prosesnya susah banget, mau jadi pegawai gini amat, padahal tesnya aja udah susah, mau jadi pegawai malah lebih susah.

Jadi, angkatan aku ini bisa dibilang angkatan percobaan. Gimana maksudnya percobaan? Ya kita dijadiin sebagai bahan evaluasi untuk angkatan sebelumnya. Gini, sebelum kita diangkat jadi pegawai tetap, kita harus memnuhi beberapa syarat:

Pertama, lulus pendidikan militer.
Aku dan teman-teman seangkatan harus, kudu, wajib melewati yang namanya masa Kesamaptaan, yaitu Program Pembelajaran Bela Negara/Fisik dan Karakter. Waktu itu kami pendidikan di Pusat Pendidikan Polisi Militer (Pusdikpom) di Cimahi selama 10 hari. Rasanya aku udah pernah cerita soal ini, bisa scroll aja ke tulisan-tulisan sebelumnya hehe.

Kedua, lulus pembidangan.
Jadi, setelah selesai pendidikan militer di Cimahi, kami diangkut ke Depok, tepatnya di Kinasih Resort and Outbond. Kami yang berstatus siswa prajabatan ini harusnya belajar atau melewati masa pembidangan itu di Udiklat, waktu itu yang menaungi kami adalah Udiklat Bogor. Berhubung angkatan kami jumlahnya banyak, kurang lebih 800 siswa D3 dan S1, maka kami yang datangnya lebih akhir dari anak S1 harus belajar di Kinasih. Di tahap pembidangan ini, kami dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan bidang yang kami apply di awal kemarin. Aku waktu itu milih Niaga karena aku lulusan Administrasi Bisnis.

Nah, selama pembidangan dua bulan itu, aku dan teman-teman belajar dari jam 7 pagi sampe jam 5 sore. Itu pun udah mulai sarapan jam 6 pagi. Pokoknya kegiatan padet deh, belajar seharian banget. Untungnya, selama pembidangan, anak Niaga tuh cuma beberapa kali dikasih tugas yang mengharuskan kami belajar sempe jam 10 malem (batas aktifitas siswa, selanjutnya ya tidur), barang siapa yang ketahuan masih melakukan aktifitas di kamar ya siap-siap aja disidak panitia, pokonya no handphone, no more nonton drakor, apalagi menggalau. Pokoknya ketat banget.

Materi yang aku dapet itu ya soal tarif tenaga listrik, penertiban pemakaian tenaga listrik (P2TL), AP2T, P2APST, pokokny segala yang berhubungan dengan pelanggan PLN deh. Kalo dibilang menguasai teori ya nggak mungkin semuanya aku bisa, tapi seenggaknya itu bakalan didapet banget kalo langsung praktek kan ya dan aku memang tipe yang suka ngomong, jadi seneng banget kalo bisa ketemu pelanggan, melayani kebutuhan listrik mereka kan, sekalian ibadah.

Ketiga, lulus OJT.
Nah, ini tahap yang paling berat. Di sini lah letak angkatanku kubilang jadi angkatan percobaan. Jadi, semenjak angkatan 54 kalo nggak salah (aku angkatan 57), itu OJT udah nggak berkelompok lagi, sekarang semua sendiri-sendiri. Nah, kalo dulu OJT berkelompok dan laporan yang harus dibuat adalah PA (Project Assignment) dan STO (Science Technology). Mereka juga OJT bukan berbasis penempatan, temenku satu kelompok berisi 5 orang, awalnya OJT di Bengkulu tapi penempatan kerja mereka beda-beda.

Apa yang bikin beda? Selain angkatan kami OJT nya sendiri-sendiri, kami juga OJT berbasis penempatan. Jadi, kayak aku ini OJT di Distribusi Jawa Barat, udah pasti aku bakalan penempatan di Jawa Barat. Terus, yang bikin perjuangan berasa agak lebih berat adalah, di awal pembekalan OJT kami dikasih arahan kalo yang dikerjain adalah PA dan STO dengan waktu OJT 45 hari kerja efektif. Bisa kebayang kan stresnya kami, ditambah kabar kalo angkatan selanjutnya nggak bakal ada PA sama STO lagi. Nah yang bikin mumet lagi adalah aku dapet penempatan bidang SDM. Bayangiiiiiiiiin dua bulan aku dapet pembidangan Niaga dengan segala materi yang udah didapet eh ternyata malah ditempatin di SDM yang seharusnya ditempatin sama anak bidang PAS (Pelaksana Administrasi). Satu lagi, temenku cowok yang bidang PAS malah ditempatin di Niaga. Cobaan banget.

Jadilah di minggu awal aku nyiapin buat PA tentang daftar tunggu pelanggan pasang baru. Aku nggak mau salah dong bikin laporan, aku nanya ke panitia Udiklat apa mesti bikin laporan sesuai bidang atau sesuai proyeksi jabatan di OJT. Setelah dua minggu berjalan ternyata ada ketidaksesuaian antara panitia Udiklat dengan SDM Disjabar. Udiklat minta aku buat laporan sesuai pembidangan, sementara SDM minta aku buat sesuai proyeksi jabatan. Jadilah aku galau, padahal udah mulai ngerjain laporan niaga.

Dan akhirnya ada evaluasi ulang setelah setengah perjalanan OJT yang menetapkan kalo kami mesti buat laporan sesuai proyeksi jabatan pertama, jadilah aku buat tentang SDM yang basic teorinya aku nggak punya sama sekali dan mesti dibuat laporan.

Nah bedanya lagi, laporan kami nggak jadi dong PA dan STO jadinya diganti Telaah Staf (TS). Kalo Telaah Staf sebelumnya itu buat anak rekrutan SMK, tapi ternyata TS kami adalah kombinasi TS anak SMK dan PA anak D3/S1. Pokoknya sepanjang perjalanan OJT ini banyak banget perubahan sistem yang buat kami mesti kuat supaya nggak stres.


Nah untuk lulus OJT pun ada syaratnya, nggak asal lulus-lulus aja.
Pertama, kita mesti lulus Ujian Online (Ujo). Ujian ini adalah ujian online yang berisi 50 soal sesuai bidang yang dipilih. Awalnya dibilang kalo Ujo itu soalnya sesuai proyeksi jabatan (mampuslah aku yang nggak punya basic teori bidang PAS sebelumnya kan).  Seiring berjalannya kegiatan OJT, ternyata beberapa hari sebelum itu kita dikasih form untuk diisi mengenai bidang apa yang harus dipilih, bagi kami yang lintas bidang ternyata boleh milih bidang apa yang kami kuasai, boleh sesuai pembidangan atau sesuai proyeksi jabatan. Di situ galauku level atas. Konsultasi sama mentor juga dia nyerahin ke aku sepenuhnya. Aku bingung, kalo mau pilih bidang Niaga aku memang punya basic teori tapi nggak turun langsung ke lapangan kayak teman-teman lain yang suka pulang malem ngurusin tunggakan pelanggan, tapi kalo aku milih SDM/PAS aku nggak punya basic-nya tapi udah turun langsung walau nggak semaksimal anak niaga. Ya susah sih, staf SDM di tempatku ini udah pada memasuki usia menjelang pensiun dan aku pun jarang megang langsung kerjaan karena di awal mindset-nya itu harus fokus ke laporan TS.

Selanjutnya, sistem dari penentuan kelulusan OJT adalah siswa harus lulus Ujian Online terlebih dulu baru bisa mengikuti ujian akhir. Tibalah waktu buat Ujo, kami cuma diperbolehkan membuka satu browser di laptop masing-masing dengan pengawasan ketat oleh panitia. Nah, waktu itu aku bismillah aja milih bidang SDM dengan pemikiran kalo aku udah turun langsung mudah-mudahan teori bisa ngikut. Pas waktu itu ternyata soal untuk SDM nggak ada dan aku disuruh ngerjain soal Administrasi. Tadaaa ternyata soalnya tentang adminstrasi umum yang aku nggak punya bekalnya, memang ada soal-soal SDM dan aku yakin jawabanku bener. Terus, temen di sebelahku yang tadinya ketuker sama aku itu terus-terusan minta dikasih tau jawaban niaga dan aku ya enteng aja ngasih tau karena mikir saling bantu kan ya, sampe berapa kali ditegur panitia. Tapi, pas aku minta kasih tau dia ternyata dia udah banyak lupa teorinya. Hm.

Gimana hasilnya? Ya bener aja aku nggak lulus karena kurang 5 jawaban lagi yang benar, sementara temenku itu lulus. Nggak bisa dan nggak boleh marah dong, emang udah rezeki orang ya mau gimana lagi. Walaupun sebenernya kecewa sama diri sendiri sih, kenapa nggak belajar semua teori SDM (ya sebenernya mustahil, lah wong 2 bulan pembidangan aja belum tentu bisa). Tapi memang hampir 50% angkatan kami tu nggak lulus dan yang lintas bidang paling mendominasi, tapi tetep aja kepikiran dan bikin drop, terus udah males aja sampe sekarang. Semacam udah muak ngurusin OJT ginian, kayak susah baget jadi pegawai padahal udah lewatin banyak tahap yang nggak mudah.

Tahu konsekuensinya apa? Kita mesti nambah hari OJT selama 20 hari efektif kerja, begitu seterusnya kalo nggak lulus lagi, dikasih kesempatan 3 kali Ujo dengan penambahan hari OJT 20 hari setiap kegagalan. Bagi yang 3 kali nggak lulus, bakalan dikasih tugas khusus dari Pusdiklat. Bagi teman-teman yang lulus Ujo kemarin dibolehin ikut Ujian Akhir dan mereka udah pada lulus beberapa hari yang lalu diumumin.

Bukan ngiri sama rezeki orang sih, toh juga SK nya bakal keluar bareng-bareng satu angkatan. Cuma kadang aku merenung dan memang suka merenungi segala sesuatu yang terjadi, kenapa sih aku mesti dapet lintas bidang sampe buat aku nggak lulus? Dan sekarang aku bakalan ditempatin di bagian Keuangan karena udah banyak yang rotasi jadi aku kebagian diminta di Keuangan dan mesti bisa back up SDM. Kadang aku mikir, ini tuh cobaan atau berkah, sih?

Di satu sisi rasanya berat, otakku nggak secerdas Einstein. Belumlah juga lulus ujian udah disuruh ngerjain laporan pembayaran keuangan dan masih nge-back up bagian SDM. Ngeluh si sering, sampe si doi (sebut saja doi ya) bilang kalo aku tuh nggak boleh gini setiap kali aku curhat kalo aku berasa udah capek, berasa udah nggak sesemangat yang dulu, berasa udah males, berasa nggak tahu persis tujuan hidup. Padahal sebelumnya aku tuh tipe manusia yang punya banyak planning dengan semangat menggebu. Tapi ya itu, kadang kondisi mendadak ngerubah kita jadi manusia yang bukan kita sesungguhnya.

Jadi semenjak nggak lulus itu aku jadi makin males, males buat belajar teori-teori yang sebarek-abrek. Udah jenuh aja ngurusin laporan udah berbulan-bulan gitu. Ditambah lagi di kantor udah disuap buat ngerjain laporan keuangan. Bayangin aja coba, aku pembidangan Niaga, OJT di SDM, Ujo Administrasi dan sekarang mesti di Keuangan. Cobaan kan? Orang Keuangan itu sering pulang malem karena tuntutan deadline.

Di awal aku mikir kok aku ditempatin di SDM, yang kata orang kalo mau berkarir tuh agak susah karena di PLN ini yang sukses itu yang paham proses bisnis, sementara orang SDM itu cuma ngurusin pegawai, nggak bakal tahu soal tarif dan lain-lain. Awalnya sih ngambil hikmahnya ya mikirnya kerjaan SDM itu nyantai, nggak perlu pulang malem ngejerin laporan dan dampaknya nanti kalo udah nikah seenggaknya pas suami lagi di rumah aku bisa pulang cepet buat masakin dia makanan enak dari tanganku sendiri.

Eh, akhirnya itu semua kayaknya bakal sulit karena aku udah ditempa buat di bagian Keuangan. Beratnya itu bukan soal kerjaan, toh aku udah hampir 2 tahun kerja di swasta di bagian keuangan di posisi yang bisa dibilang lumayan, Asisten Manajer Keuangan, yang kalo di PLN mah udah posisi orang-orang hebat. Yang aku keluhin itu adalah ketika harus pulang malem terus, walaupun sebenernya pulang ke kos atau kontrakan juga nggak ada kerjaan. Itu yang buat aku males-malesan, jadi berasa kayak ngejerin dunia aja kalo sampe dapet di Keuangan, tapi ya mau gimana lagi.

Aku merenung lagi, mungkin di balik semua ini Allah punya rencana lain. Mungkin Allah pengen aku manfaatin semua potensi yang aku punya selama belum menikah ini dengan cara nempatin aku dalam kondisi yang aku sendiri kadang mikir bisa nggak ya aku jalaninnya? Makin ke sini aku makin mikir lagi, kayak yang doi bilang, mesti ikhlas biar ibadahnya berkah. Jadilah aku mencoba merenungi lagi tujuan dari semua ini dan akhirnya memutuskan untuk menjalani saja. Toh Allah tahu posisi terbaik buat kita kan, siapa tahu aku bisa bantu-bantu calon suamiku nanti buat buka usaha sendiri setelah nikah dengan berkarir dulu selama kerja ini.

Mudah-mudahan bisa bantu buat tambah-tambahan biaya nikah atau buat beli rumah, siapa tahu kan ya. Doain ajalah aku kuat biar nggak stres di sini. Karena membagi unek-unek yang banyak dalem hati itu nggak gampang, apalagi soal perasaan dan masa depan. Kadang mending dipendem dan direnungi sendiri, apalagi soal cita-cita dan keinginan yang mungkin berasa hampir nggak bisa diwujudin. Berbagi dengan pasangan pun kadang sulit, sulit ngejelasin gimana maunya kita tapi nggak ngebikin mereka ngerasa ikut terbebani dengan segala unek-unek yang ada. Jalan keluarnya ya merenung dan mencari solusi sendiri, mencoba ikhlas dengan tujuan hidup yang ada tanpa memaksa apa yang ada harus berjalanan sesuai yang dimau saja.


Dan dari hasil merenung ini, kayaknya topik soal nikah, hidup sama pasangan dan punya anak mesti dikubur dulu aja biar nggak stres sendiri ujungnya. Biarin ajalah, apa yang bakal didapet juga sesuai dengan apa yang diperjuangkan. Allah maha tahu isi hati umat-Nya kan. Nggak perlu maksa, semua orang punya pilihan hidup yang kita sendiri nggak berhak ngatur-ngatur kehidupan mereka. Hmm, intinya ya udah jalani ajalah toh yang bikin kamu maju dan bangkit itu ya dirimu sendiri meski banyak support  sana-sini. Ntar lagi lah nyambung ke opini selanjutnya soal pilihan. See ya!