Gadis itu mulai merasa aneh,
belakangan kekasihnya mulai berubah. Berubah menjadi lebih baper dari biasanya,
lebih sering bilang: “Jangan tinggalin aku, aku takut kamu berubah.” Entahlah,
padahal sebelumnya, kekasihnya itu bukan cowok baperan yang dikit-dikit mewek
ke dia, meski kangen berat, paling dia cuma bilang kangen sambil bercanda.
Semakin ke sini, dia merasa kalau
kekasihnya semakin takut kehilangan, sama seperti dirinya sejak awal mereka
bersama sampai sekarang. Sejak dulu dia selalu bilang: “Jangan tinggalin aku,
aku sayang banget sama kamu,” ke kekasihnya. Dan benar saja, sampai detik ini
dia masih tetap sama. Dia masih seperti dulu, masih gadis sederhana yang sabar
dan setia. Tidak ada yang berubah.
Hanya saja, sekarang keadaan akan
mulai berbeda. Sebentar lagi gadis itu akan memulai kehidupan baru sebagai anak
rantauan, menyusul kekasihnya yang lebih senior soal itu. Harusnya kekasihnya
bahagia karena ini adalah salah satu keinginan yang dikabulkan Tuhan untuk
mereka. Tempo hari, kekasihnya pernah bilang: “Aku pengin kamu merantau, biar
kamu kuat. Biar kamu tahu kalau dalam hidup ini gak bisa ngandelin orang lain,
kecuali diri kita sendiri.”
Gadis itu ingat betul kalimat
itu. Terekam jelas di otak dan dadanya. Dulu, dia sering menangis ketika
mendengar kalimat itu, setiap kali kekasihnya meminta dia untuk lebih mandiri.
Dia merasa jauh sekali dari kata sempurna, sementara kekasihnya adalah pejuang
tangguh yang hampir tidak pernah mengeluh dengan kerasnya hidup. Dia ingin
seperti kekasihnya. Ingin sekali. Seringkali dia menyeka airmata tatkala ingat
perjuangan kekasihnya di kota orang, sementara dia masih bermanja ria tinggal
bersama kedua orangtuanya.
Lagi-lagi, semakin ke sini gadis
itu semakin paham kalau perlakuan kekasihnya yang selalu menempanya untuk
menjadi lebih kuat itu adalah benar. Meskipun tidak bisa dipungkiri kalau
kekasihnya selalu memanjakannya meski dari kejauhan, hampir semua pintanya
dikabulkan. Minta ditelpon lama-lama, atau minta dipasang foto berdua di
sosmed. Semenjak banyak hal yang mereka lewati, mulai dari pihak-pihak luar
yang sempat membuat hubungan mereka sedikit renggang, bahkan kekasihnya hampir
menyerah, sampai ke masalah rumit lainnya, mereka berhasil melewatinya.
Tidak disangka, gadis itu semakin
hari semakin menyadari kalau dia tidak boleh mengenggam terlalu erat. Seperti
filosofi pasir, semakin digenggam erat, maka semakin hilang tak bersisa. Saat
ini, dia tengah mencoba memberi ruang pada kekasihnya untuk kemajuan karirnya,
persahabatan, dan keluarga hingga kelak tak ada lagi celah bagi mereka untuk
menyerah, meninggalkan satu sama lainnya.
Dia sungguh bahagia, meski tidak bisa selalu menghabiskan malam
minggu bersama meski lewat telepon seperti orang lain, dia tahu kalau
kekasihnya menyayanginya. Setiap kali ada obrolan lewat telepon, kekasihnya tak
pernah sungkan untuk memanjakannya, sudah seperti anak bayi saja. Tak ada lagi
yang diingini gadis itu, saat ini dia hanya berharap semoga Tuhan mempercepat
waktu di mana mereka akan bisa menghabiskan waktu seharian bersama, tanpa jeda.
No comments:
Post a Comment