Thursday 22 March 2018

Don't Act Like a Boss

Memasuki usia yang makin hari makin harus dewasa, menurut kalian belajar menempatkan diri itu seberapa penting, sih? Di lingkungan kerja utamanya.


Spesies Berambisi Tinggi

Teruntuk kalian yang masih mencari pekerjaan yang lebih baik di luar sana, yang juga mungkin punya impian bekerja di perusahaan milik negara yang digadang-gadang akan mensejahterahkan kehidupan hingga anak cucu mendatang, terkhususnya wanita, kudoakan kalian menjadi wanita sekuat-kuatnya wanita.

Why? Karena tidak semua yang kamu impikan itu berjalan sesuai dengan yang kamu mau, terlebih kalau kalian harus tinggal di kota orang. Berbagai suku bercampur menjadi satu dalam satu wadah yang dinamakan perusahaan. Ketika di dalam otakmu tertanam keras untuk merantau demi kehidupan yang lebih baik, maka tanamkanlah pula sedalam-dalamnya bahwa kamu harus siap menempatkan diri dalam keadaan apapun.

Sedikit sharing aja, sih. 27 April 2017 lalu, berarti menuju setahun lah aku bekerja di salah satu perusahaan milik negara yang mungkin hingga kini digandrungi banyak fresh graduate atau bahkan yang sudah bekerja di tempat yang sudah baik. Kalau dikatakan senang, ya bersyukur alhamdulillah setelah dua kali gagal tes akhirnya aku dikasih rezeki buat kerja di sana, di kota Bandung pula, kota yang jadi idaman perantau, katanya.

Ya sebenarnya tidak sebegitu enak seperti yang dilihat orang, tetap saja di kota ini aku berjuang dengan segala hal, dengan ambisi orang lain khususnya. Kenapa berjuang dengan ambisi orang lain? Ya itu, bekerja di perusahaan yang punya tujuan utama untuk kebaikan negara itu tidaklah segampang yang dilihat, semua pekerjaan berdasarkan target. Tidak jarang aku harus pulang larut, jalan kaki sendirian di bawah hujan sambil memeluk berkas sambil menangis ingat orangtua di rumah.

Belum lagi bertemu dengan orang-orang yang punya ambisi lebih, karir yang lebih baik. Wajar sebenarnya, hanya saja kadang ada beberapa kepala yang punya tujuan besar untuk hidupnya malah membuat orang lain tidak nyaman. Contoh, ada partner kerja yang mati-matian bekerja untuk mencapai target kinerja perusahaan, sampai rela tidur di kantor segala, tapi tidak punya jam kerja yang baik. Disebabkan dia sering pulang larut, di pagi hari dia tidak datang tepat waktu, atau sering menghilang entah  ke mana di saat jam kerja, tapi ketika yang lain sudah beranjak akan pulang barulah dia sibuk memulai pekerjaannya.

Lalu bandingkan dengan yang lain, misalnya kamu sejak malam sudah merencanakan apa yang akan kamu kerjakan selama jam kerja di kantor keesokan harinya. Kamu datang tepat waktu, lalu setelah duduk di bangku panasmu kamu mulai mengambil secarik kertas kemudian menuliskan apa-apa yang akan kamu kerjakan dalam satu hari itu, berikut juga batas waktu dari setiap pekerjaan. Sehingga, ketika sudah waktunya jam pulang, kamu pun bisa lega untuk pulang tepat waktu. Akan tetapi ketika memang diperlukan untuk lembur, kamu pun tahu diri kalau tidak seharusnya kamu pulang lebih dulu.

Nah, menurut kalian sikap manakah yang tepat bagi kita para pegawai? Apakah kualitas seorang pegawai dilihat dari seringnya dia pulang malam atau dari seberapa tepatnya dia mengatur waktu kerjanya.

Ya, kalau menurutku pribadi itu kembali lagi ke visi dan misi hidup masing-masing. Ketika seseorang berambisi kuat untuk karir, maka dia seperti tidak punya kehidupan lain, bahkan dalam satu minggu penuh dia dikuasai oleh pekerjaan. Hm, atau yang demikian dianggap lebih bisa diandalkan?

Aku pribadi termasuk spesies yang tidak begitu tertarik akan hal itu, mungkin salah, seharusnya siapapun yang berani nyemplung dalam kubangan ini harus berani basah-basahan,bukan? Tapi kembali lagi, aku punya kehidupan lain, aku punya keluarga, orang yang disayang, bahkan aku butuh waktu untuk diriku sendiri.

Nah kadang apa yang menjadi prinsip hidup kita tidak sepenuhnya bisa diterima orang lain, akan ada cibiran-cibiran yang mungkin terdengar kurang enak ketika kamu berada di jalan yang menurutmu sudah benar. Herannya lagi kadang aku berpikir, apapun yang kita lakukan maka yang menuai hasil adalah kita. Lantas kenapa masih ada jenis makhluk hidup yang merasa jengkel ketika kelelahan yang dia tanam tidak disentuh sedikitpun oleh orang lain.

Maksudnya gini, ketika ada yang bekerja jor-joran lalu mendapat nilai yang baik dan hasil financial yang memuaskan merasa kamu itu terlalu santai. Tidak sama seperti dia. Padahal apapun yang didapatnya tidak sedikitpun kamu makan.

Kira-kira begitulah gambaran ketika banyak kepala yang beragam isi di dalamnya menjadi satu. Mudah-mudahan kalian yang nanti juga akan masuk ke dalam kubangan ini jauh lebih siap dibanding aku yang masih suka baperan kalau dizolimi orang lain. Perasa mungkin.