Menikah.
Pernah nggak, sih, kalian dengar rumor seputar cobaan-cobaan yang datang sebelum menikah? Mulai dari kita dan pasangan yang mulai merasakan kekurangnyamanan, kurang kompak, kurang segala-galanya, ditambah lagi faktor lingkungan yang suka ikut-ikutan, terus mantan yang tiba-tiba ngajak balikan?
Well, tahun ini adalah tahun kode garis keras. Kode minta dinikahin maksudnya. Nggak, ding. Tahun ini adalah tahun di mana lingkungan sekitarku itu sudah diselimuti angan-angan pernikahan. Di mana-mana rumor yang diangkat di sela pembicaraan adalah soal "menikah".
Telingaku sudah kebal dengar soal persiapan temen-temen yang mau nikah, mulai dari temen kantor, temen kontrakan, bahkan sahabat. Ya ya ya, dara muda dengan angka kelahiran tahun 90an ke atas itu memang sudah layak menyandang gelar suami atau istri jika dipandang dari usia, tapi dari kesiapan? Siapa yang tahu.
Dari akhir tahun lalu, isi kontrakan kami sudah ikutan sibuk dengan persiapan salah satu temen kami yang nikah dengan sesama pegawai satu instansi, walau beda unit, tapi tetap saja rumor dilarang menikah sesama pegawai itu cukup jadi tantangan tersendiri buat mereka. Mulai dari lingkungan perusahaan yang memang sudah ada tercantum dalam PKB soal sanksi menikah dengan sesama pegawai, pertimbangan orangtua, bahkan pihak-pihak luar yang mencoba menggoyahkan niatan baik yang sudah ada.
Satu lagi sahabatku yang sejak zaman kuliah sudah beberapa kali dikenalkan oleh orang-orang terdekatnya dengan laki-laki yang mau serius buat nikahin dia. Aku belajar banyak dari perjalanan mereka ini, perjalanan menuju persiapan pernikahan. Sahabatku ini sudah beberapa kali dilamar oleh laki-laki dengan berbagai profesi, mulai dari teman sekantor, pegawai bank, anggota kepolisian, pegawai BUMN jangan ditanya, sudah banyak yang tumbang di pertengahan jalan.
Sebenarnya temanku ini tidak begitu pemilih, yang penting dasar agamanya baik, orangtuanya oke ya udah tinggal akad aja. Simpelnya begitu. Tapi ya soal jodoh mau dibilang apa, saat semua sudah dirasa oke tapi Allah kasih lihat atau kasih kode kalau orang tersebut bukan yang tepat. Di awal dia sudah sangat meyakinkan, tapi di tengah perjalanan ternyata banyak hal-hal yang disembunyikan.
Kalau menurut aku, kejujuran dari awal itu adalah hal yang paling penting, karena kalau sudah nikah semua baru terbuka akan jadi salah satu pemicu keributan rumah tangga.
Nah, dari kisah temen-temenku itu adalah beberapa rumor yang bisa dikategorikan sebagai cobaan pra nikah:
1. Mulai merasa lebih banyak ketidakcocokan dengan pasangan.
Hal ini biasanya lumrah terjadi, apalagi salah satu pihak sudah merasa terlalu nyaman dan merasa aman dengan posisi hubungannya. Yang tadinya biasa perhatian banget dengan pasangannya tentang hal apapun, termasuk cuma menanyakan hari ini dia makan apa aja, menjadi sosok yang cuek yang mungkin dalam pikirannya seperti ini "ah udahlah, kegiatan dia pasti itu-itu aja, aku udah paham betul sama dia. Udah bertahun-tahun juga".
Coba lihat dari sisi pasanganmu: "kok dia udah gak pernah nanya-nanya aku soal makanku, kegiatanku, dan lain-lain, ya? apa iya dia ini serius mau nikahin aku?"
Dari hal-hal kecil seperti inilah biasanya muncul satu kesimpulan dalam kepala: "kayaknya kita udah nggak cocok deh, daripada dipaksain pas nikah nanti malah lebih parah". Dalam keadaan inilah kalau pondasi tidak kuat akan membuat salah satu pihak berpikiran untuk menemukan orang lain yang lebih "cocok" menurut persepsinya, tidak peduli seberapa lama hubungan yang mereka sudah bangun dari bawah bersama-sama sebelumnya.
2. Komentar keluarga, sahabat, dan lingkungan sekitar.
Nah, yang satu ini juga biasanya jadi faktor terbesar. Misal, orangtua cewek pengen si cowok ngasih uang sekian buat nikahin anaknya. Dipatok macam anaknya itu barang merah yang kudu dibayar mahal. Hal ini yang kadang-kadang bikin miris dengan alasan gini: "kamu itu udah disekolahin tinggi-tinggi sama orangtuamu, masa iya dia cuma ngasih sekian. Apalagi nanti kalo sampe kamu yang berenti kerja, nanti kurang loh, bisa jadi ribut nanti rumah tangga."
Hmm, pernyataan semacam ini kadang bikin miris ya, nggak heran kalo banyak yang gagal nikah gegara patokan harga kayak gini, gimana nggak coba, di sisi cowok juga mungkin pengen ngasih yang terbaik buat si calon, nggak mungkin juga kan dia mau asal-asalan nikahin orang, tapi kalo udah matok harga kayak gitu, nggak takut apa nanti abis nikah anaknya diperlakukan kayak barang karena si cowok merasa udah "beli" mahal anaknya. Sedih kan kalo kayak gitu.
Ditambah lagi nanti sanak saudara yang jauh lebih repot ketimbang orangtua kita. Ketika orangtua manut dengan segala planning kita dengan calon karena mereka sungguh paling mengerti kemauan dan kemampuan kita, di saat itulah biasanya sanak-saudara mulai mengeluarkan opini. Kudu gini, kudu gitu, jangan gini, jangan gitu, sampe orangtua kita yang tadinya pengen kita treat kayak raja supaya nggak usah berpusing ria ngurusin nikahan kita jadi stres gara-gara komentar sana-sini yang nggak tahu kondisi real kita.
3. Kehadiran orang ketiga.
Nah, yang satu ini juga biasanya jadi faktor terbesar. Misal, orangtua cewek pengen si cowok ngasih uang sekian buat nikahin anaknya. Dipatok macam anaknya itu barang merah yang kudu dibayar mahal. Hal ini yang kadang-kadang bikin miris dengan alasan gini: "kamu itu udah disekolahin tinggi-tinggi sama orangtuamu, masa iya dia cuma ngasih sekian. Apalagi nanti kalo sampe kamu yang berenti kerja, nanti kurang loh, bisa jadi ribut nanti rumah tangga."
Hmm, pernyataan semacam ini kadang bikin miris ya, nggak heran kalo banyak yang gagal nikah gegara patokan harga kayak gini, gimana nggak coba, di sisi cowok juga mungkin pengen ngasih yang terbaik buat si calon, nggak mungkin juga kan dia mau asal-asalan nikahin orang, tapi kalo udah matok harga kayak gitu, nggak takut apa nanti abis nikah anaknya diperlakukan kayak barang karena si cowok merasa udah "beli" mahal anaknya. Sedih kan kalo kayak gitu.
Ditambah lagi nanti sanak saudara yang jauh lebih repot ketimbang orangtua kita. Ketika orangtua manut dengan segala planning kita dengan calon karena mereka sungguh paling mengerti kemauan dan kemampuan kita, di saat itulah biasanya sanak-saudara mulai mengeluarkan opini. Kudu gini, kudu gitu, jangan gini, jangan gitu, sampe orangtua kita yang tadinya pengen kita treat kayak raja supaya nggak usah berpusing ria ngurusin nikahan kita jadi stres gara-gara komentar sana-sini yang nggak tahu kondisi real kita.
3. Kehadiran orang ketiga.
Yaps! ini yang paling parah. Rumor ketiga inilah yang paling sering menjadi penyebab utama hubungan orang lain kandas di perjalanan. Semakin mendekati hari pernikahan, biasanya cobaan yang ini makin keras menghantam dinding pertahanan pasangan. Ketika sedang sibuk-sibuknya ngerencanain ini itu buat pernikahan yang sudah diidam-idamkan sejak lama, di saat rumor pertama dan kedua mulai muncul, datanglah rumor yang paling maknyus ini. Di saat kedua pasangan merasa lelah dengan segala persiapan, lelah fisik, lelah mental, bahkan finansial. Di saat masalah yang muncul harusnya dicarikan solusi bersama, datanganlah orang ketiga ini tanpa basa-basi.
Contohnya aku sendiri, di saat aku dan calonku ini mulai merencanakan segala hal tentang hari bahagia kami, meski masih hanya sebatas merencanakan, datanglah mantanku yang sudah hilang sejak 6 tahun lalu. Dia mengirim pesan di instagram tiba-tiba menanyakan apa aku udah punya pacar, kalau nggak dia mau nikahin aku katanya, tanpa basa-basi enteng aja dia ngomong mau nikahin aku, ditambah lagi ketika aku bilang aku udah mau nikah sama orang lain dia minta aku putusin calonku ini. Luar biasa kan?
Untuk aja aku masih dalam keadaan waras seratus persen, walaupun calonku ini bukan orang yang romantis, terkesan cuek dan nggak sebegitu antusiasnya aku kalo ngomongin soal nikahan, enteng aja aku jawab dia "Maaf aku udah mau nyiapin nikahan sama dia. Dia udah lama ngadep ayahku." Walaupun kenyataannya perjalanan kami masih panjang. Eh dia malah ngeyel, pake minta cariin calon yang sama kayak aku segala, kan apalah coba.
Belum lagi orang ketiga yang lain, yang dengan getolnya merayu-rayu mau nikahin lebih dulu dari calonku, padahal notabene dia bukan mantanku atau dalam kata lain kita cuma dekat. Ya walaupun dia memang datang ketika calonku ini tengah sibuk-sibukunya dan memang waktu itu aku ladenin dia sama kayak yang lain, dalam artian aku memang dekat dengan temen-temen yang lain juga, ketika ngobrolin kerjaan dan lain-lain. Tapi ya itu, nggak bisa nyalahin dia juga sih kalau akunya kuat pondasi ya gabakal jadi juga kan.
Dari setiap ada orang ketiga yang mencoba mendobrak pondasi kami, aku nggak pernah nggak cerita ke calonku ini dan dia bilang "Jangan diladeni, walau cuma cerita-cerita sebatas temen, nanti kamu jadi membandingkan ketika aku sibuk kamu berpikiran kalo dia bisa perhatian sama kamu dibanding aku, padahal dia cuma penasaran karena belum dapetin kamu."
Nah dari sini bisa diambil kesimpulan, bahwa sikap tegas kita itu dibutuhkan untuk menghadapi rumor-rumor yang bakalan dateng ketika kita tengah sibuk nyiapin pernikahan. Aku dan calonku selalu saling ngingetin, kita harus kuat, masih jauh gini aja udah banyak cobaan. Nanti-nanti kita harus semakin kuat pondasinya, karena semakin mendekati hari H akan semakin banyak pulan cobaan yang datang.
So, jangan kalah dengan rumor itu ketika kamu sudah mantap memilih dia sebagai calonmu dan "SALING" lah dalam segala hal. Saling memberi perhatian, saling merindu, saling menyayangi dan saling-saling yang lainnya.
Contohnya aku sendiri, di saat aku dan calonku ini mulai merencanakan segala hal tentang hari bahagia kami, meski masih hanya sebatas merencanakan, datanglah mantanku yang sudah hilang sejak 6 tahun lalu. Dia mengirim pesan di instagram tiba-tiba menanyakan apa aku udah punya pacar, kalau nggak dia mau nikahin aku katanya, tanpa basa-basi enteng aja dia ngomong mau nikahin aku, ditambah lagi ketika aku bilang aku udah mau nikah sama orang lain dia minta aku putusin calonku ini. Luar biasa kan?
Untuk aja aku masih dalam keadaan waras seratus persen, walaupun calonku ini bukan orang yang romantis, terkesan cuek dan nggak sebegitu antusiasnya aku kalo ngomongin soal nikahan, enteng aja aku jawab dia "Maaf aku udah mau nyiapin nikahan sama dia. Dia udah lama ngadep ayahku." Walaupun kenyataannya perjalanan kami masih panjang. Eh dia malah ngeyel, pake minta cariin calon yang sama kayak aku segala, kan apalah coba.
Belum lagi orang ketiga yang lain, yang dengan getolnya merayu-rayu mau nikahin lebih dulu dari calonku, padahal notabene dia bukan mantanku atau dalam kata lain kita cuma dekat. Ya walaupun dia memang datang ketika calonku ini tengah sibuk-sibukunya dan memang waktu itu aku ladenin dia sama kayak yang lain, dalam artian aku memang dekat dengan temen-temen yang lain juga, ketika ngobrolin kerjaan dan lain-lain. Tapi ya itu, nggak bisa nyalahin dia juga sih kalau akunya kuat pondasi ya gabakal jadi juga kan.
Dari setiap ada orang ketiga yang mencoba mendobrak pondasi kami, aku nggak pernah nggak cerita ke calonku ini dan dia bilang "Jangan diladeni, walau cuma cerita-cerita sebatas temen, nanti kamu jadi membandingkan ketika aku sibuk kamu berpikiran kalo dia bisa perhatian sama kamu dibanding aku, padahal dia cuma penasaran karena belum dapetin kamu."
Nah dari sini bisa diambil kesimpulan, bahwa sikap tegas kita itu dibutuhkan untuk menghadapi rumor-rumor yang bakalan dateng ketika kita tengah sibuk nyiapin pernikahan. Aku dan calonku selalu saling ngingetin, kita harus kuat, masih jauh gini aja udah banyak cobaan. Nanti-nanti kita harus semakin kuat pondasinya, karena semakin mendekati hari H akan semakin banyak pulan cobaan yang datang.
So, jangan kalah dengan rumor itu ketika kamu sudah mantap memilih dia sebagai calonmu dan "SALING" lah dalam segala hal. Saling memberi perhatian, saling merindu, saling menyayangi dan saling-saling yang lainnya.
No comments:
Post a Comment