Pernah nggak sih kalian tuh
ngalamin yang namanya perpeloncoan dalam dunia kerja, komunitas atau apapun?
Perpeloncoan maksud aku itu adalah, keadaan di mana kamu dipandang sebelah mata
sama siapapun mereka yang posisi atau kemampuannya mereka anggap lebih dari
kamu? Misalnya nih, ada tugas yang mesti kamu kerjain yang pada kenyataannya kamu
tuh belum punya basic-nya sama
sekali. Ex: kamu orang non teknik yang diminta ngerjain laporan orang lapangan,
soal jaringan, pembangunan dll? Tahu kan gimana rasanya, sementara kita orang
baru mesti manut sama apapun perintah yang dikasih. Ada dua macam alasan di
balik ini, yang pertama karena kita dipercaya mampu buat ngerjainnya, yang
kedua adalah uji coba mental, apakah kita sanggup kalo dikasih tugas yang di
luar main basic kita.
Kadang, dunia kerja nggak seindah
ngebayangin seberapa gede gajinya doang, tapi juga nggak seburuk yang dipikirin.
Lagi-lagi aku merenung, belum juga lulus ujian dan diangkat jadi pegawai tetap
kok aku banyak banget dikasih tantangan a.k.a cobaan, tapi di satu sisi rasanya
itu berkah dan kesempatan yang nggak semua orang bisa dapet itu. Mulai dari
awal OJT aku tuh nyoba buat nerima segala sesuatu yang aku anggap sebagai
tambahan ilmu.
Aku diminta untuk tampil,
memperkenalkan diri di depan semua pegawai. Kemudian selang beberapa waktu aku
udah diajak diklat yang bidangnya nggak seharusnya aku pegang, setelah diklat
udah diajak lembur ngerjain laporan triwulan untuk pencapaian kinerja
perusahaan yang berhubungan dengan pengembangan karir pegawai. Di saat itulah
aku merasa Allah tuh punya rencana besar di balik semua ini. Dari semua teman
seangkatan itu, di kelasku cuma aku yang dikasih lintas bidang. Merasa nggak
adil? Pernah dong. Merasa kok aku cobaannya berat banget ya, tapi di satu sisi
kok aku malah dikasih posisi yang aman.
Aman dalam artian, di saat
teman-temanku yang lain dikasih penempatan sesuai dengan bidang itu harus rela
lembur tiap malem karena ngurusin tunggakan pelanggan. Rata-rata mereka
ditempatin di Rayon (layer 3),
sementara aku ditempatin di Area (layer 2),
satu tingkat di bawah wilayah dan di bagian SDM, yang artinya aku harus
mengkoordinir semua data dan keperluan pegawai baik yang ada di Area maupun
rayon yang bernaung di bawahnya. Awalnya memang kupikir nyantai aja, toh nggak
berhubungan dengan data Niaga atau Keuangan yang ngejelimet, tapi ternyata
pemikiran itu salah. Semua pekerjaan itu punya tingkat kesulitan masing-masing.
Rasanya aku kadang kurang setuju
kalo ada yang bilang gini: “Mbak, background
pendidikannya apa? Kok di SDM, sayang banget nanti nggak bisa berkarir, mending
di Keuangan.”
Pendapat gitu
udah banyak banget aku denger, padahal asal mereka tahu kerjaan orang SDM itu
nggak segampang menurut mereka, yang cuma ngurusin data pegawai, input ini itu
doang. Bagian SDM juga punya KPI (Key
Performance Indicator) yang kalo menurutku cukup sulit. Bayangin coba,
bagian SDM itu sesi paling sibuk ngurusin karir orang lain. Setiap pegawai
mesti dimonitoring karirnya dan diupayakan untuk tindak lanjut dari posisi
mereka, nah yang sulit itu dan menjadi tantangan bagian SDM adalah untuk
menumbuhkan rasa kesadaran diri pegawai bahwasanya apa yang diminta bagian SDM
untuk dikerjain maupun dikumpulin itu adalah semata-mata untuk kebaikan karir
mereka ke depan. Itu, yang sulit itu bikin orang nyadar. Bikin orang nggak
males-malesan buat maju, bukan cuma buat perusahaan doang, tapi lebih ke
kebaikan si individu sendiri.
Setelah mulai
memahami tugas penting SDM, aku pun mulai dikasih tanggung jawab untuk ngerjain
laporan Keuangan, yang meliputi pembayaran tagihan investasi dan operasi. Nah
di sini letak never underestimate people
itu. Tahu kan di mana-mana yang namanya Keuangan itu ya bikin pusing kan ya.
Belum juga apa-apa aku udah diajakin rapat penyerapan anggaran investasi dan
operasi, dengan posisi masih siswa prajabatan (belum pegawai sah).
Di satu sisi
sebenarnya aku udah nggak kaget lagi soal Keuangan karena udah pernah berurusan
sama Keuangan di swasta itu hampir dua tahun, ketemu sama yang namanya angka,
SPK, RAB, pembayaran upah, dll itu udah biasa. Cuma ya bedanya itu, kerja di
swasta yang nggak punya banyak cabang perusahaan itu ya laporannya nggak
terpusat dan aplikasi yang dipake pun cuma untuk internal, tapi sedikit apapun
ilmu yang dipelajari tetaplah bermanfaat kan.
Nah, aku tuh
selalu inget omongan ayahku: “Tidak apa-apa kita dibilang bodoh, tapi kita
sebenarnya punya kemampuan. Mending kita terlihat lemah di awal, tapi akhirnya
potensi kita yang membuktikan.”
So, aku beneran pegang teguh pesan itu.
Biarin dianggep bodoh, biarin dianggep nggak tahu apa-apa, biarin dianggep
ilmunya cetek, yang penting pada akhirnya yang ngerasain manfaatnya adalah diri
sendiri. Ketika sebenernya kita mampu dan kemudian dianggap remeh, pada
akhirnya kemampuan itu akan semakin bertambah kalo kita mau sedikit bersabar
dan ikhlas nerima segala macam bentuk perlakuan orang lain.
Jadi, jangan
pernah underestimate ke orang lain,
karena sekecil apapun ilmu yang mereka punya itu akan jauh lebih baik ketika
mereka mencoba diam lalu berusaha memperbaiki dan menambahnya, ketimbang ilmu
yang banyak tapi sering meremehkan, menanggap diri paling banyak pengetahuan
dan nggak pernah salah. Siapa tahu orang yang kita anggap kecil itu akan jauh
lebih besar di kemudian hari. Keep your attitude
and be humble person, dude!
No comments:
Post a Comment