Lampu kamarnya sudah lama
dipadamkan, sengaja. Ia menatap layar ponselnya sejak sore, beberapa kali
memeriksa chat di BBM, juga Whatsapp. Entahlah, perasaannya mulai terganggu
sejak semalam. Sejak dia tiba-tiba melihat display
picture Whatsapp kekasihnya sudah tidak ada lagi wajahnya. Sepele memang,
tapi entahlah, dia mendadak kalut. Tidak mood
seharian. Sudah sejak lama dia mencoba menepis perasaannya yang demikian, tapi
selalu gagal. Padahal cuma foto.
Badannya sudah merebah sejak
tadi, dia ngantuk berat, tapi enggan menutup mata. Dia masih menunggu
kekasihnya yang belum juga tiba di rumah sejak tadi pagi, bekerja seharian
sampai malam. Dia memang begitu, sulit berdamai dengan perasaan kalau orang
yang dia sayang belum memberi kabar. Badannya sudah bolak-balik diempas ke
kanan-kiri, tapi tetap saja hatinya gamang. Tidak lama, kekasihnya memberi
kabar. Dia sudah tiba di rumah. Tidak mau kekasihnya kelelahan, dia pun
mengajak untuk menyudahi obrolan, meski pertambahan umurnya tinggal berjarak
dua setengah jam lagi. Biarlah, kekasihnya pasti lelah. Dia mencintainya.
Entah karena efek minum kopi tadi
siang atau karena memang menunggu pergantian tanggal malam ini, dia terbangun
beberapa kali. Sudah dipastikan kantung matanya bertambah besar. Beberapa kali
ponsel yang diletakkan di sebelah bantal disentuh, layarnya diusap beberapa
kali. Biasanya dia menonaktifkan paket data supaya tidak ada yang mengganggunya
tidur, tapi malam ini dia membiarkannya.
Dadanya bergemuruh seketika
menatap toolbar atas pada ponselnya,
pukul 23:47. Matanya begitu berat, ingin ditutup tapi tidak mau. Alih-alih
supaya tidak mengantuk, dia membuka sosmed, di twitter sudah ada temannya yang
mengucapkan selamat, tepat pukul 23:53. Dia menghela napas, yang dinantikan malam ini
adalah deringan telepon dari kekasihnya, meski dia tahu kemungkinan itu sangat
kecil. Kekasihnya baru saja pulang kerja, memastikan mesin pesawat dalam
keadaan baik dan layak terbang untuk penumpang.
Kekasihnya adalah teknisi pesawat
di luar kota, dia harus bisa menyesuaikan keadaan, apalagi dengan shift-nya yang berubah-ubah. Satu hari
masuk pagi, satu hari masuk malam. Tentulah jadwal mereka tidak akan
sama, dia bekerja dengan jam kerja biasa, seperti layaknya pekerja lain.
Keadaan ini harus membuatnya membiasakan diri, menahan rindu yang entahlah
mengapa semakin hari semakin beranak pinak.
Tepat pukul 00:00, dadanya semakin
bergemuruh. Berharap ponselnya berbunyi. Tapi, setelah dua menit menunggu hanya
ada dentingan notifikasi BBM yang masuk. Dia tersenyum lebar, tentulah
kekasihnya akan menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat untuknya. Benda
canggih itu bergeser ke icon berwarna
hitam dengan tujuh titik berwarna putih. Mendadak senyum itu memudar, ucapan
selamat pertama kali malah datang dari orang lain, yang baginya tidak begitu
penting.
Dia masih berharap, mungkin saja
sinyal di kota kekasihnya sedang buruk, sehingga pesan yang dikirim tepat pukul
00:00 bisa jadi masuk ke ponselnya tiga puluh detik lebih lama. Dia menunggu
dengan membuka sosmed yang lain, siapa tahu tiba-tiba foto di Whatsapp kekasihnya diganti dengan
fotonya, tapi tidak. Atau di instagram? Bisa jadi kekasihnya mendadak romantis
dengan tidak mengucapkan selamat, tapi langsung meng-upload fotonya di sana. Buru-buru dia mengecek, tapi tidak ada
juga. Dia menghela napas panjang, sudah tidak ada lagi sosmed yang harus
dipastikan.
Selang beberapa menit, tepat pada
pukul 00:19, ucapan yang ditunggu-tunggu pun akhirnya masuk. Satu pesan singkat
di BBM masuk. Kali ini benar dari kekasihnya.
“Happy birthday sayangku.”
Cuma itu. Tidak ada yang lain.
Dadanya mendadak ngilu, entahlah, yang ada di kepalanya saat ini hanyalah
tentang kekasihnya. Mengapa kekasihnya tidak antusias, atau memang dia sendiri yang
berlebihan? Ini hanya soal pertambahan umur, bukan hal spesial yang harus
dipersiapkan secara matang bukan? Tentulah kalau kekasihnya hanya mengucapkan
itu. Napasnya kembali menghela panjang. Dia tahu jarak sudah memastikan kalau
sebuah perayaan kecil yang spesial tidak akan terjadi, atau satu buket bunga
dan kue kecil, atau kumpulan teman-temannya yang diajak untuk memberi kejutan.
Tidak semuanya.
Kekasihnya bukan seperti
kekasih-kekasih orang lain. Kekasihnya sudah tidak bisa romantis lagi seperti
dulu. Dia memang kurang beruntung, tidak menemukan kekasihnya saat dulu, saat
masih bisa berlaku romantis pada orang lain. Kekasihnya yang sekarang tidak
begitu. Dia terlalu sibuk untuk hanya sekadar memikirkan tentang hal spesial
apa yang harus dilakukan untuk hanya merayakan pertambahan usianya. Sudah bukan
waktunya lagi, tapi bukan itu, bukan kado, kue, atau bunga yang dia tunggu.
Hanya telepon. Itu saja. Mendadak pipinya menghangat, setitik air sudah
mengalir. Kepalanya ditekan kuat-kuat di atas bantal, supaya tidak ada yang
mendengar isakannya.
****
Pagi itu, dia kembali mendapati
satu pesan dari kekasihnya, yang isinya adalah doa yang terlambat diucapkan
semalam, ketiduran katanya.
"Ciye yang hari ini ulang tahun, kamu mau apa?"
"Mau apa ya? Diucapin aja udah, tapi kalau dipasang foto juga boleh."
"Oh, tenang, tunggu dipasang dulu, ya."
Dan tidak lama dari itu, fotonya pun terpasang pada kontak kekasihnya, hanya saja foto itu sudah diedit seperti meme lucu-lucuan dan statusnya diganti menjadi "habede nyonya kecil". Kekasihnya tidak bisa romantis, katanya.
Sudahlah, dia sudah tidak begitu mempermasalahkan, hari ini masih panjang. Masih banyak kemungkinan, bisa jadi kekasihnya diam-diam pulang, seperti waktu itu.
"Ciye yang hari ini ulang tahun, kamu mau apa?"
"Mau apa ya? Diucapin aja udah, tapi kalau dipasang foto juga boleh."
"Oh, tenang, tunggu dipasang dulu, ya."
Dan tidak lama dari itu, fotonya pun terpasang pada kontak kekasihnya, hanya saja foto itu sudah diedit seperti meme lucu-lucuan dan statusnya diganti menjadi "habede nyonya kecil". Kekasihnya tidak bisa romantis, katanya.
Sudahlah, dia sudah tidak begitu mempermasalahkan, hari ini masih panjang. Masih banyak kemungkinan, bisa jadi kekasihnya diam-diam pulang, seperti waktu itu.
“Yang, kirim alamat kantor kamu,
ya.”
“Buat apa?” Dia bertanya dengan
dahi mengkerut. Kekasihnya ada perlu apa?
“Ya mau tahu aja, emang nggak
boleh?”
“Ah, kamu mau ngirim apaan? Suka
nggak ngomong, ih.”
“Mau ngirim ini ke kamu ...”
Dan saat itu kekasihnya
mengirimkan lokasinya saat itu via BBM. Ternyata dia pulang, sebelumnya dia
bilang kalau dia tidak bisa pulang sampai waktu yang belum diketahui.
“Sebenarnya mau ngasih tahu kamu
pas udah depan kantor kamu aja, kejutan, tapi sayangnya nggak bisa bohongi
kamu lama-lama.”
Dan benar saja, besoknya
kekasihnya menjemputnya di kantor. Itu terjadi bulan lalu, maka bisa dipastikan
bulan ini kekasihnya tidak akan pulang. Bisa saja, tapi mereka harus rela tidak
menabung kalau sampai kekasihnya beneran pulang bulan ini.
Setibanya di kantor, sudah banyak
ucapan selamat yang dia terima, pesan dari teman-teman, telepon, bahkan satu
buket bunga dia terima. Saat itu, dia mendapat kue dari rekan sekantornya
selepas makan siang. Makan-makan, foto-foto, seru-seruan, dan satu buket bunga
yang dikirim via gojek juga ikut memeriahkan pertambahan usianya.
Wajahnya tersenyum, tapi tidak
demikian dengan hatinya, semeriah apapun perayaan hari itu tetaplah biasa saja
tanpa satu hal spesial dari kekasihnya, telepon. Tapi, seharian kekasihnya
malah sibuk mengurus temannya yang tiba-tiba harus diopname di rumah sakit,
sebagai teman satu kosan yang baik, kekasihnya harus rela menghabiskan seharian
waktunya untuk itu. Dia kembali menghela napas panjang, ingin marah, kecewa,
tapi tidak bisa. Dia bukan lagi anak kecil. Dia tetap tidak bisa marah pada
kekasihnya itu, paling cuma ngambek sebentar.
Malam itu kekasihnya pun harus
kembali menunaikan tugas dan dia harus rela menghabiskan waktu sendirian lagi.
Begitulah pertambahan usia yang dia lewatkan tahun ini, tidak beda jauh dengan
tahun kemarin, hanya saja tahun kemarin kekasihnya pulang sehari setelah
pertambahan usianya. Sama, tidak ada hal spesial, bahkan di hari dia memutuskan
untuk merayakannya bersama temannya, kekasihnya pergi dengan temannya juga. Dia
hanya menyempatkan sedikit waktu untuk menghampiri, menyalaminya untuk
mengucapkan selamat. Itu saja.
Dia sudah berusia dua puluh tiga
tahun dan sudah selayaknya untuk bisa menjalani yang namanya penerimaan dalam
hidup. Menerima bahwa kekasihnya sudah tidak bisa lagi romantis, menerima bahwa
kekasihnya sibuk, menerima bahwa egoisme tidak akan membuat semuanya lebih
baik, menerima bahwa rindunya harus kembali ditahan, menerima bahwa di sana
kekasihnya sedang berjuang, dan tidak ada hal yang lebih penting dari sebuah
perjuangan demi masa depan. Dia mencintai kekasihnya. Sangat.