Kakinya
mulai gatal, sejak petang datang membayang ia duduk di sana. Di bawah tenda hijau seperti di pinggiran
pantai. Ini bukan Bali, ini cuma sebuah
tempat nongkrong yang cukup murah tapi bersejarah. Wanita ini mengaiskan
beberapa rumput yang menyentuh kakinya.
Menyeka sisi wajahnya, lumayan lesu.
Dari tadi handphone dipencet,
beberapa gambar burung sedang berkejaran tersimpan cantik di memori handphone.
Sudah
dua jam lebih, pria itu selalu terlambat.
Wanita ini sudah tidak tahan mendengar celotehan baru yang akan pria itu
sampaikan.
You're on the phone with your
girlfriend she’s upset ...
Hapenya
berbunyi. Wanita ini menyambarnya
cepat. “Hallo, kamu di mana?”
“Tunggu
saja. Jangan beranjak sejengkalpun,”
pria itu memang menyebalkan.
Siluet
membentuk badan yang jangkung dengan postur tegap dan senyum “maut” yang
membuat wanita ini semakin bodoh terlihat samar-samar. Pria itu bahagia sekali, sepertinya. Dua batang eskrim coklat kesukaan wanita ini
ia pamerkan dari kejauhan. Wanita ini
tersenyum. Kamu datang...
“Kenapa
lama sekali, aku kepanasan di sini,” wanita ini memang bodoh.
“Sudah,
tidak usah cerewet, ini eskrim milikmu. Dua.”
“Dua?”
“Ya,
karena aku sedang bahagia,” pria itu mengusap kepala wanita ini.
Wanita
ini mengernyitkan dahi dengan tanda tanya?
“Dia
besok pulang, tadi dia meneleponku, memintaku untuk memesankan kue tart untuk perayaan hari jadi kami,”
pria itu memamerkan giginya yang rapi.
Senyum “maut” lagi.
Wanita
ini semakin bodoh, berusaha tersenyum lebar.
“Sudah,
aku pergi dulu. Habiskan eskrim-mu.” Pria itu pergi, meninggalkan wanita ini.
Kristal
hangat jatuh di pelupuk mata wanita ini.
Selalu begitu, pria itu. Selalu
membuat wanita ini menangis. Dan, pria
itu tidak tahu. Betapa wanita ini
terlalu bodoh, menjadi pendengar terbaik untuk kisah pria itu dan
wanitanya. Menahan rasa sakit karena
hati berulang kali robek mendengarnya.
Wanita
ini menyeka air hangat di pipinya, meninggalkan dua eskrim. Lalu pergi. Seperti itu seterusnya.
Hati yang tulus mencinta akan
sulit melisankan apa yang membuatnya sakit, ia akan memilih menutupnya dengan senyum
manis asal yang dicinta selalu ada.
Tidak pergi meninggalkanya. Meski tak pernah ada untuknya, dalam nyata.
menyayat hati ya ceritanya
ReplyDeleteDuh neng. Baru baca udah mewek. Emang gitu ya kalo perasaan yang udah kelewat sayang. Bagus tulisannya. Anyway, salam kenal juga ya. :))
ReplyDeletehehe makasih. Makasih juga sdh mau visit, Deva :)
ReplyDeleteKagum kak sama tulisanya, semangat :)
ReplyDeleteMakasih, Fikri ^^
ReplyDelete