Sunday, 13 May 2018

Tentang Menjaga Hubungan

Bicara soal menjaga hubungan, beberapa waktu lalu aku sempat ngebaca snapgram temenku waktu SMA, mereka sudah pacaran sejak SMA sampai sekarang, sekitar 8 tahun sudah. Dia buat kalimat kurang lebih:
"Banyak yang ngomong, udah pacaran bertahun-tahun nggak dinikah-nikahin, emang nggak bosen? apalah-apalah. Kalau nggak tahu ceritanya nggak usah komentar, setiap orang punya alasan masing-masing dalam menjalani hubungannya."

Itu yang pertama, kemarin malem dia ngepos lagi tulisan yang isinya cerita atau pengalaman orang lain yang sudah lama menjalin hubungan, sekitar 5 tahun tapi di tengah perjalanan pacarnya merasa bahwa mereka sudah tidak cocok lagi, mereka sering ribut, sering tidak satu jalan, dan akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka dan mencoba mencari laki-laki lain yang satu visi dan misi untuk ke depan dengan alasan kalau dilanjutkan ke jenjang pernikahan, dia takut rumah tangganya tidak akan berjalan dengan baik. Padahal dia sudah tahu hal itu sejak lama dan dulu mereka masih mau saling memaklumi, tapi semakin mendekati waktu pernikahan (mereka sudah merencanakan) malah perempuan itu berubah pikiran.

Di situ aku menangkap satu pesan, juga mungkin yang dimaksud temenku itu, bahwa menjaga hubungan adalah kembali kepada pribadi kita masing-masing. Memang jelas, jawaban dari kegamangan hubungan pasangan yang sudah berjalan bertahun-tahun adalah dengan menikah, dan sudah sangat benar bahwa agama itu melarang menjatuhkan hati sebelum pernikahan karena hal ini.

Aku juga pernah baca buku Ustad Felixsiauw yang judulnya "Udah Putusin Aja", di dalamnya dikatakan bahwa bagi yang tengah menjalani ta'aruf pun ada batas waktu maksimal, sebab kenapa, hati manusia itu mudah berubah, ditakutkan kalau terlalu lama, pilihan yang tadinya mantap akan tiba-tiba berubah.

Aku tidak menghakimi mereka yang sudah menjalani hubungan dengan waktu yang terhitung sudah sangat lama, bahkan aku pun tengah menjalaninya. Benar, bahwa hati itu berbolak-balik, aku yang sejak awal membulatkan dalam hati bahwa pilihanku ini adalah yang terbaik, adalah jawaban doaku saja kadang masih bimbang. Bimbang kenapa, tiba-tiba aku merasa kalau aku belum tentu bisa menjadi sepenuhnya yang dia mau, belum tentu menjadi yang selama ini dia dambakan. Pikiran-pikiran itu lebih sering berkecamuk, bahkan kadang terpikir apa dengan beberapa kekuranganku suatu saat dia akan berpikir dua kali untuk meminangku.

Benar, jodoh itu adalah cerminan diri kita sendiri. Dulu, aku berdoa supaya diberi pasangan yang sederhana, satu visi-misi, mau memulai semuanya bersama. Misal, nabung bareng buat biaya nikah dan sebagainya, bukan pasangan yang mampu memberiku segala, mulai dari pernikahan impian, kehidupan mewah dan lain sebagainya, bukan itu.

Entahlah, apa mungkin akunya yang terlalu baper atau terlalu tinggi daya khayal yang sering membayangkan betapa bahagianya hidup sederhana bersama pasangan dengan impian yang tidak begitu tinggi, hanya ingin bersama pasangan yang menenangkan hati dan berada di jalan yang diridhoi-Nya.

Impianku adalah setelah menikah hidup dan menua bersama, mungkin kami harus tinggal di rumah kontrakan dengan sama-sama menabung untuk membeli rumah sendiri, kalaupun tidak tercapai, aku hanya bermimpi kalau kehidupan kami berjalan harmonis, aku dan suami punya banyak waktu menjalani hari-hari, belajar ilmu agama, mendidik anak, atau berniaga kecil-kecilan.

Bukan impian yang tiba-tiba dinikahi laki-laki kaya yang sudah siap segalanya, rumah, mobil, bisnis dan lain-lain hingga aku hanya tinggal berleha duduk manis di rumah menunggunya pulang, tapi sungguh kami tak punya waktu untuk sekedar bercengkerama di waktu malam. Bukan, sama sekali bukan itu.

Jadi, saat ini yang menjadi pemacu terkuatku dalam menjalani apa yang harus aku jalani dalam hidup ini selain keluargaku adalah semangat untuk berumah tangga sederhana, harmonis, dan berada di jalan terbaik Allah, itu saja. Ini mungkin sedikit sulit, menyita kesabaran dan keikhlasan, tapi semoga saja Allah senantiasa menguatkan.

Tuesday, 1 May 2018

Menjadi Kuat

Kuatlah, akan ada banyak air mata yang tak perlu mereka tahu, yang tak perlu kau bagi pada orang terkasihmu.

Air mata sepi, air mata rapuh, air mata kesendirian.

Kadang, membagi cerita pada diri sendiri lebih baik daripada membebani pundak orang lain dengan segala hiruk pikuk dalam dada dan kepalamu.

Kuatlah.