Teruntuk kamu yang bertambah usia hari
ini.
Teruntuk kamu yang bertambah usia hari
ini, aku masih ingat jelas saat pertama kali kedua pasang mata kita bertemu
tatap. Saat pertama kali kamu datang ke rumah sendirian, bertemu Ayah dan Ibu.
Kita saat itu bertukar cerita seadanya, tentang pekerjaanmu yang saat itu akan
segera kamu tinggalkan karena jerih payahmu akan segera terbalaskan. Juga
tentang ceritaku yang juga masih terus berjuang untuk pekerjaan yang lebih
baik.
Saat itu, aku sebenarnya malu, sebab
baru kamu laki-laki pertama yang berani datang ke rumah sendirian, sementara
temanku saja harus membawa teman wanita supaya bisa aman main ke rumah. Saat
itu kita ngobrol seseru itu, tidak terlalu canggung meski baru pertama kali.
Kamu dengan segala kepercayaan dirimu datang untuk menagih janji untuk makan
kue nastar di rumah.
Haha, kue nastar itu hanyalah modus
setelah novel pertamaku meluncur ke rumahmu. Walaupun niatmu membelinya hanya
untuk menjadi langkah awal kedekatan kita. Iya, aku ingat semuanya. Aku ingat
saat pertama kali deguban jantungku terasa berbeda ketika menjemputmu di depan
pagar rumah, mengajakmu masuk dan menyuguhimu makanan sederhana di rumah, juga
cokelat berbentuk hati itu.
Kamu pun dengan gagahnya masuk, tidak
terlihat kecemasan dari raut wajahmu. Saat itu aku kaget sungguhan, ternyata
aku hanya sebatas pundakmu saja. Selama waktu berjalan di hari pertama kita
bertemu itu, aku merasa ada yang berbeda dari sorot matamu, ketulusan.
Saat itu, kamu juga menunjukkan KTP
milkmu dan mengatakan dengan jelas bahwa kamu lebih muda dariku. Saat itu aku
malu sekaligus geli, bisa-bisanya brondong macam kamu berani menggodaku seperti
itu, datang ke rumah dengan sok pedenya ngajak ngobrol enteng tanpa terlihat
kecemasan sedikitpun.
Sejak itu, aku menjadi lebih tertarik
padamu, ditambah lagi informasi tentang kamu yang selalu ditransfer temanmu
untukku. Sampai pada akhirnya aku menemukan satu titik yang membuatku mencoba
untuk membuka hati kembali, untuk kamu.
Proses itu kita jalani bersama, kita
lewati dengan tidak begitu mudah. Banyak ranjau dan halang merintangi
kesemuanya. Diawali dari memantapkan hati untuk bersama dengan visi dan misi
yang sama, kemudian diterjang ombak yang cukup besar di awal perjalanan,
kemudian ombak lagi di pertengahan sampai pada saat itu mungkin kamu mulai
lelah dengan ombak-ombak yang mungkin aku ciptakan sendiri dan sampai pada
detik ini, akhirnya kita berhasil melewati banyak ombak yang menghalang karena
sama-sama masih memiliki visi dan misi yang juga sama.
Teruntuk kamu, laki-laki yang paling
bisa membuatku rindu sepanjang waktu, laki-laki yang selalu bisa membuatku
gagal untuk diam bisu saat hati entah kenapa merasa kesal padamu, laki-laki
yang tidak ingin banyak berjanji tapi selalu berusaha mencukupi, laki-laki yang
selalu berhasil membuat titik air mata tumpah karena lelahmu yang tak pernah
kau ucap, laki-laki yang tak pernah hilang barang sedetik pun dari ingatan,
kamu tentulah tahu seberapa besar perasaan ini terjaga selama dua kali
pertambahan usiamu ini.
Sayang, tetaplah seperti ini, menjadi
laki-laki yang tidak pernah sekalipun terlintas dalam otakku untuk mencari
penggantimu di kemudian hari.
Sayang, tetaplah menjadi tempat
ternyaman, meski waktumu tak banyak untuk bisa kamu bagi karena banyak yang
harus kamu penuhi.
Sayang, tidak ada sesuatu yang
istimewa yang bisa kuberikan selain kesetiaan yang mungkin tidak begitu
terlihat saat ini.
Sayang, semoga kelak dengan semakin
dewasanya kamu, maka semakin bermanfaat pula bagi keluarga dan orang-orang yang
kamu sayangi.
Sayang, tidak akan ada paksaan dalam
hubungan ini. Jika aku sebagai pihak yang menunggu dan kamu pihak yang
ditunggu, tentulah tidak ada lagi pertanyaan setelah ini, cukup dengan menunggu
tibanya waktu itu.
Sayang, tidak ada hari paling bahagia
kecuali tidak ada lagi jarak bagi kita berdua.
Selamat bertambah usia, lelakiku.