Aku
rasa kita semakin menjauh. Jarak semakin
nyata terlihat, kerenggangan menjalar di setiap sudut ruang hati. Semua seperti sudah lelah bergerak, tapi tak
kunjung berakhir. Seperti menara waktu
yang terus berputar namun tak lagi berdetak sejelas dulu. Ada bayang-bayang abstrak yang menyelubungi
beberapa sisi menara, gelap tak bercahaya.
Kulewati
koridor hitam sepanjang ruangan, jauh tak berujung. Sedang cahaya di luar sana ramai memenuhi
sisi lainnya. Aku berjalan perlahan,
menikmati sisi-sisi yang penuh corak hitam kelam, kutemui damai namun juga
lelah di sepanjangnya. Sedikit
menghembuskan napas beraroma rindu dari hawa dingin yang menyeruak ke tulang
belulang. Sungguh luar biasa kekuatan
cinta, bak perisai dikala perang seribu tentara.
Kau
di mana? Aku bisa melihat dengan jelas
bayangmu, tapi hingga detik ini aku tak bisa mengenggam tanganmu, mendekapmu
erat seperti dulu, mencium aroma napas hangatmu. Tenang.
Menenangkan. Mungkin menara waktu
akan segera luruh, dimakan waktu yang tak tentu. Bergerak dari waktu ke waktu, hingga nanti
membuat aku dan kamu seolah tak pernah bertemu.
Akan
tiba saatnya nanti menara waktu bergerak cepat tanpa ragu, menyentuh
garis-garis angka dengan sedikit angkuh, tak akan menoleh ke belakang, terus
maju berpacu dengan waktu. Di saat
itulah aku dan kamu melangkah di koridor berujung seribu, tak akan bertemu di
satu titik penentu. Menara waktu tak
bisa kau permainkan, ia akan terus bergerak meski kau mencoba memutarnya
kembali kelak, karena apa yang dulu menunggumu dengan amat sangat, kini telah melangkah
dengan semangat. Tanpa kau, tanpa
bayang-bayang.